Mancanegara

Agenda Tersembunyi AS Pasca Ledakan Dahsyat di Lebanon

Agenda tersembunyi AS pasca ledakan dahsyat di Lebanon.
Agenda tersembunyi AS pasca ledakan dahsyat di Lebanon. Kapal pengangkut helikopter serbu amfibi Angkatan Laut Prancis, Tonnerre saat berlabuh dan pemandangan pelabuhan Beirut setelah ledakan pada 14 Agustus 2020/Foto: (AFP).

NUSANTARANEWS.CO, Beirut – Agenda tersembunyi AS pasca ledakan dahsyat di Lebanon. Perairan lepas pantai Lebanon kini dipenuhi oleh armada kapal-kapal perang angkatan laut Prancis dan Amerika Serikat (AS) yang datang meresepon atas nama kemanusiaan terhadap ledakan dahsyat di Beirut pada Agustus lalu. Namun belakangan, tampaknya ada agenda tersembunyi yang sudah dipersiapkan jauh sebelumnya.

Retorika bermusuhan terhadap pemerintah Lebanon mulai dilontarkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron pada minggu lalu. Macron mengkritik sistem politik sektarian Lebanon dan mengecam Hizbullah serta memperingatkan bakal ada perang saudara baru jika tidak membuka diri untuk masuknya bantuan internasional untuk menyelamatkan ekonomi Lebanon.

“Saya malu dengan para pemimpin politik Lebanon. Malu!” kata Macron dalam konferensi pers hari Minggu (28/9), sebagaimana dilaporkan WashingtonPost.Com, Macron menuduh bahwa politisi Lebanon telah melakukan “pengkhianatan kolektif” dengan lebih mementingkan partai dan individu di atas kepentingan rakyat.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Macron memperingatkan bahwa, “Kurangnya kemajuan akan mengarah pada “krisis yang tidak hanya akan menjadi krisis politik tetapi juga akan menyebabkan risiko perang saudara.”

Bahkan Macron juga menuduh telah terjadi korupsi puluhan miliar dolar oleh para politisi dan disimpan di bank-bank Eropa dan Amerika.

Retorika Macron yang “mengatas namakan rakyat dan kemanusiaan” tampaknya akan menjadi pintu masuk “invasi” terhadap Lebanon seperti apa yang biasa dilakukan oleh AS-NATO terhadap negara yang menentang dominasi Barat.

Ingat pembantaian rakyat Yugoslavia oleh NATO dengan pemboman membabi buta selama hampir tiga bulan penuh dan menghancurkannya menjadi kepingan negara kecil. Menurut Noam Chomsky tujuan AS-NATO adalah untuk memaksa Yugoslavia masuk ke dalam sistem ekonomi Barat karena Yugoslavia adalah satu-satunya negara di kawasan yang berdiri sendiri menentang dominasi dunia oleh AS.

Penghancuran negara komunis multi etnis yang maju dan makmur tersebut tidak terlepas dari agenda tersembunyi AS. Balkanisasi adalah sebuah bukti nyata kekejaman dari gerakan imperialisme yang telah terintegrasi dalam sistem keamanan global AS memasuki abad 21.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Setting tersembunyi AS menghancurkan Yugoslavia adalah menyingkirkan Slobodan Milosevic dari panggung politik Eropa Tenggara. AS sangat khawatir bila Slobodan membangkitkan kembali “Pakta Warsawa Baru.” Slobodan adalah “The Last Mohicans” Eropa Tenggara.

Melalui setting media yang luar biasa, Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic digambarkan sebagai setan, dengan tuntutan-tuntutan yang tidak berdasar dan simpang-siur atas pembunuhan massal dan kematian orang-orang Albania. Sebuah eksploitasi tuntutan tanpa henti atas terjadinya “pemusnahan masal terhadap suatu bangsa” yang dipancarkan secara berulang-ulang, dengan tayangan televisi pengungsi-pengungsi yang menderita.

Framing media ini dirancang secara massif dan global untuk melemahkan, membiasakan, dan menakuti-nakuti masyarakat umum dengan sangat menyakinkan melalui pemaksaan argumen.

Hal inilah yang kemudian menjadi dalih AS untuk menginvasi Yugoslavia. AS berhasil menyerat Slobodan ke Pengadilan HAM internasional. Di mana Slobodan pun akhirnya gugur diracun dalam penjara.

Nah, dalam kemasan program bantuan internasional di Lebanon tersebut, tampaknya agenda tersembunyi AS-NATO adalah ingin melenyapkan Hizbullah yang juga menjadi prioritas tertinggi Israel di Timur Tengah.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Pada hari Selasa lalu, Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, mengatakan, “Kami menyambut Presiden Macron ketika dia mengunjungi Lebanon dan kami menyambut inisiatif Prancis, tetapi bukan sebagai hakim, juri, dan algojo bagi Lebanon.”

Manifesto Hizbullah 1985 jelas menyatakan tujuan Hizbullah: mengusir “Amerika, Prancis, dan sekutunya dari bumi Lebanon, dan mengakhiri entitas kolonialis mana pun di tanah kami”.

Sebagai informasi, pada 2008, pemerintah Lebanon resmi dengan suara bulat mengakui keberadaan Hizbullah sebagai organisasi bersenjata dan menjamin haknya untuk “membebaskan atau memulihkan tanah yang diduduki”.

Hizbullah adalah organisasi perlawanan bersenjata, sekaligus partai politik yang memiliki kursi di Parlemen melalui pemilihan umum yang demokratis dan jurdil. Bersama ‘Gerakan Amal’ – kedua kekuatan politik militer ini memegang mayoritas kursi Parlemen.

Seperti yang sudah-sudah, Barat kini mencoba menyalahkan Hizbullah atas ledakan besar di Pelabuhan Beirut. Namun para pejabat Lebanon dan penduduk setempat menyatakan bahwa Hizbullah tidak memiliki akses ke Pelabuhan, atau otoritas atasnya. Bahkan para lawan politik Hizbullah pun memandang tidak masuk akal melimpahkan kesalahan kepada Hizbullah. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,049