Advokat Todung Mulya Tiba di KPK, Ada Apa?

Advokat Todung Mulya Lubis tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: NusantaraNews/Restu Fadilah

Advokat Todung Mulya Lubis tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: NusantaraNews/Restu Fadilah

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Advokat Todung Mulya Lubis tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangannya tidak disangka-sangka, sebab namanya tidak tercantum dalam jadwal pemeriksaan penyidik KPK yang dirilis oleh tim Biro Humas KPK.

Ia tiba sekira pukul 15.00 WIB, mengenakan kemeja berwarna putih dibalut dengan jas berwarna hitam. Ia mengaku diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk kasus BLBI.

“Ya saya diperiksa sebagai saksi (kasus BLBI), tapi saya belum bisa jawab karena saya belum dapat pertanyannya, jadi gimana mau jawabnya,” kata Todung di Gedung KPK,Jakarta Selatan, Jumat (22/12/2017).

Dugaan korupsi BLBI bermula saat Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik taipan Sjamsul Nursalim yang sempat terganggu likuiditasnya, dibantu Syafruddin dengan mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL). BDNI mendapat gelontoran dana pinjaman dari BI senilai Rp 27,4 triliun dan mendapat SKL pada April 2004.

Perubahan litigasi pada kewajiban BDNI dilakukan lewat rekstruturisasi aset Rp 4,8 triliun dari PT Dipasena yang dipimpin Artalyta Suryani dan suaminya. Namun, hasil restrukturisasi hanya didapat Rp 1,1 triliun dari piutang ke petani tambak PT Dipasena. Sedangkan Rp 3,7 triliun yang merupakan utang tak dibahas dalam proses resutrukturisasi.

Sehingga, ada kewajiban BDNI sebagai obligor yang belum ditagih. Namun kebijakan penerbitan SKL BLBI untuk BDNI ini diduga telah merugikan negara sebesar Rp 3,7 triliun. Sehingga Syafruddin harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Atas perbuatannya, Syafruddin disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Restu Fadilah/NusantaraNews

Exit mobile version