NUSANTARANEWS.CO – Anda pernah mendengar nama Kecamatan Serawai? Serawai adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia. Kecamatan ini terletak di sebelah hilir Kecamatan Ambalau dan sebelah hulu Kecamatan Menukung.
Di Serawai, ada Suku Dohoi. Suki ini dikenal dengan nama Dayak Ot-Danum, salah satu rumpun Dayak yang tertua di Kalimantan. Induk bagi Rumpun Dayak Ngaju.
Suku Dayak Ngaju (Biaju) sebetulnya suku asli di Kalimantan Tengah. Tapi, Suku Ngaju kebanyakan mendiami daerah aliran sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Termasuk di Kecamatan Serawai.
Terlepas dari itu, artikel ini hendak mengulas tentang tata cara melamar gadis Suku Dayak Ot-Danum di Serawai. Prosesi melamar gadis itu menarik karena harus melewati upacara adat. Selain itu, konon, maharnya tidak murah.
Prosesi melamar gadis serawai terbagi menjadi dua tahap. Pertama, disebut nyepohtin (mencari informasi).
Dalam prosesi ini, pihak pria beserta keluarganya datang ke rumah keluarga pihak perempuan untuk mencari-tahu apakah perempuan yang hendak dilamar ini masih sendiri atau sudah memiliki pasangan. Dengan kata lain, nyepohtin berarti mencari informasi. Pihak laki-laki diharuskan membawa satu buah mangkuk berbahan keramik di dalamnya beras dan di atasnya diletak sejumlah uang, tidak ditentukan jumlah uangnya tergantung kemampuan keluarga dari pihak laki-laki.
Pihak perempuan akan menerima pemberian pihak laki-laki dan meminta waktu satu atau dua minggu untuk memastikan apakah bisa diteruskan ke tahap berikutnya atau tidak. Dalam kurun waktu satu atau dua minggu ini keluarga pihak perempuan akan mengabarkan kepada seluruh keluarga besar si perempuan bahwa anak gadisnya (ataupun janda) ini ingin dilamar oleh seorang pria. Jika ternyata si perempuan tidak mau dilamar si pria (zaman dahulu terkadang si pria dan si perempuan bahkan belum saling kenal, atau hanya si pria yang kenal perempuan sedang perempuan tidak kenal sama sekali) atau ada keluarga yang tidak setuju, maka mangkuk dan uang yang diserahkan oleh keluarga si pria akan dikembalikan utuh. Namun, jika si perempuan mau kepada si pria dan keluarga besarnya pun tidak ada yang berkeberatan, maka pihak perempuan akan mengabarkan ke pihak laki-laki bahwa acaranya bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Tahap kedua adalah ngitot batu kisok. Jika dibahasa Indonesia-kan bermakna mengantar batu penanya. Dalam prosesi ini pada waktu yang telah disepakati, pihak pria kembali mendatangi rumah pihak perempuan untuk melamar. Pihak pria harus membawa satu buah gong, satu buah gelang (biasanya emas), baju untuk ibu si perempuan, kain panjang berwarna cerah, selendang dan lemiang (sejenis manik-manik yang ukuran besar dan panjang). Keberangkatan rombongan pria yang akan melamar pun diatur, pilihannya adalah jam 8 atau jam 9 pagi, atau dapat juga sore jam 2 atau jam 3; di luar jam tersebut tidak disarankan atau tidak boleh. Keluar dari rumah pun ada aturannya, yakni harus dimulai dengan langkah kaki sebelah kanan.
Sesampainya di rumah pihak perempuan, si pria disuruh menginjak telur ayam dan daun somo-molum, juga harus menggunakan kaki kanan. Makna menggunakan kaki kanan sendiri untuk masyarakat Ot-Danum adalah hidup yang lurus, mudah rejeki, sedang daun somo-molum melambangkan hidup yang subur. Setelah itu rombongan keluarga pria dipersilahkan masuk ke dalam rumah.
Pihak laki-laki menyerahkan syarat-syarat untuk melamar yang untuk kemudian diperiksa oleh pihak perempuan sudah lengkap atau belum, cocok atau tidak, ada sobek atau tidak. Sebab, jika ada yang cacat, rusak, atau sobek maka harus diganti karena dipercaya akan membawa keburukan untuk perjalanan kehidupan kedua calon mempelai. Jika sudah dinyatakan semuanya baik, semuanya beres, maka si laki-laki dan si perempuan didudukkan di gong dan dikipas dengan ayam, disuruh mengigit besi (pisau) dan sah lah kedua pasangan tersebut bertunangan secara adat.
Bagaimana jika salah satu pihak membatalkan pertunangan atau lari dengan orang lain? Tentu saja ada hukum adatnya. Jika pria membatalkan pertunangan maka semua seserahan dianggap hangus dan dikenakan denda adat ulun 5, jika diuangkan 1 ulun adalah 500 ribu rupiah, artinya si pria harus membayar uang sejumlah Rp 2.500.000. Jika si perempuan yang membatalkan pertunangan maka dia harus mengembalikan seluruh seserahan yang telah diberikan si pria ketika melamar dan ditambah denda adat ulun 5. Namun jika pembatalan pertunangan dikarenakan salah satu pihak lari dengan perempuan lain atau pria lain maka, denda ulunnya sebesar 60 ulun, jika diuangkan sebesar 30 juta rupiah.
Tentu saja proses ini baru saja pada tahap pertunangan secara adat. Masih ada lagi tahap yang harus dilewati untuk sampai pada jenjang pernikahan. Prosesi ini belum termasuk upacara keagamaan jika anda punya prosesi sendiri secara keagamaan. Jadi mahalkah biaya melamar gadis Ot-Danum? (Bang Erik/terokaborneo)