HankamTerbaru

Ada Masalah dalam Regulasi Pengadaan Senjata

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kepergok mengimpor 280 senjata tempur jenis Stand Alone Grenade Laucher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter dan 5.932 butir peluru tipe RLV-HEFJ (High Explosive Fragmentation Jump Grenade). RLV-HEFJ adalah jenis peluru tajam yang memang selalu dibeli satu paket dengan pembelian SAGL.

RLV-HEFJ adalah tipe peluru yang mampu memberikan tindakan efektif untuk menyerang musuh di daerah terbuka pada jarak 40 meter hingga 400 meter.

Terkait hal itu, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon angkat suara. Ia meminta persoalan senjata tempur milik Polri ini tak lagi dipermasalahkan sampai berlarut-larut. Apalagi, katanya, senjata ini merupakan persoalan negara. Artinya, pengadaan SAGL dan RLV-HEFJ lebih pada masalah regulasi semata.

“Saya kira itu kemajuan. Artinya, dari masalah yang ada harus diselesaikan dan dijelaskan terkait dengan regulasi kita. Jadi, ini tidak perlu berlarut-larut,” kata Fadli Zon di Jakarta, Senin (10/92017).

Fadli Zon mengatakan adanya regulasi yang masih belum jelas terkait dengan pengadaan senjata. Apalagi, Polri kini telah menjadi institusi yang langsung di bawah presiden. Sehingga, ada kesan kalau pengadaan senjata tempur ini tak perlu sepengetahuan Kementerian Pertahanan (Kemhan), sekalipun senjata api itu jenis senjata tempur yang sebetulnya diperuntukkan tentara dan militer. Sementara, Polri bukanlah unit kombatan.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

“Mungkin persoalan regulasi lebih detail yang mengatur tentang jenis-jenis senjata seperti apa, peluru tajamnya seperti apa. Memang Pertahanan (Kemhan) dan Keamanan (Polri) agak berbeda terkait hal itu, mungkin ada irisan-irisan yang perlu dibenahi, mungkin selama ini praktek jalannya seperti itu tapi tidak pernah ada yang membereskannya,” terang Fadli.

Menurutnya, letak permasalahan impor senjata Polri ini pada regulasi dan koordinasi antar lembaga dan kementerian.

“Pertama soal regulasi, kemudian koordinasi. Nah, koordinasi ini benar-benar harus membahas, harus diproses. Misalkan, persenjataan levelnya apa, jenisnya apa, ada aturan mainnya sehingga tidak over-lap antara yang tempur, yang kombatan dan keamanan,” jelasnya.

Reporter: Syaefuddin A
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 2