Berita UtamaEkonomiKolomOpiniPolitikTerbaru

Abad 21 Abad Organisasi Internasional: Pak Tukirin Pun Masuk Penjara

Abad 21 Abad Organisasi Internasional Pak Tukirin Pun Masuk Penjara
Abad 21 Abad Organisasi Internasional Pak Tukirin Pun Masuk Penjara

NUSANTARANEWS.CO – Memasuki abad 21 peranan organisasi international semakin meningkat, bahkan mulai menggantikan peranan negara bangsa sebagai aktor-aktor utama dunia. Negara bangsa kini seakan hanya menjadi figuran dalam panggung hubungan internasional. Sehingga peran diplomasi yang dulu begitu dahsyat dalam hubungan antar negara – kini terkesan hanya sekedar protokoler antar negara – kalau tidak mau dikatakan sekedar basa-basi pergaulan internasional yang dilakukan oleh para diplomat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20, APEC, ASEM dan sebagainya sesungguhnya lebih banyak dimanfaatkan oleh korporasi transnasional untuk menguasai ekonomi suatu negara melalui perjanjian-perjanjian yang mereka paksakan. Kalau ada negara yang menolak maka tidak segan-segan mereka akan mengenakan sanksi.

Puncak dari upaya penaklukan negara bangsa itu adalah ketika negara-negara maju berhasil menginstal skema perdagangan bebas dalam Putaran Uruguay (1986-1994) berupa multilateral trade agreement. Skema itu kemudian menjelma menjadi sebuah sistem keamanan tingkat tinggi dunia bernama WTO pada 1 Januari 1995, di Jenewa Swiss. Tidak disadari bahwa lahirnya WTO merupakan pelengkap menjadi tiga serangkai organisasi internasional penakluk negara bangsa, yakni IMF, WORLD BANK dan WTO. Bahkan mereka memiliki pasukan tentara swasta yang didukung alutsista canggih dengan sandi NATO.

Baca Juga:  Ketum Gernas Prabowo Gibran Kirim Relawan AJIB Bacakan Deklarasi Pemenangan di Titik Nol IKN

WTO beranggotakan 154 negara, di mana 117 di antaranya adalah negara berkembang yang diikat dengan perjanjian internasional untuk menjalankan pasar bebas. Artinya setiap negara yang tergabung dalam WTO wajib membuka pintu untuk dimasuki oleh negara anggota yang lain berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Kitab WTO. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa WTO telah berhasil menembus batas-batas suci negara bangsa.

Apalagi dengan perkembangan teknologi satelit yang ditopang dengan teknologi komunikasi dewasa ini telah menjadikan batas-batas negara sekedar peta internasional di atas kertas. Akibatnya dunia kini menjelma menjadi sebuah kampung kecil. Teknologi satelit telah menembus batas-batas negara. Status negara bangsa kini telah semakin kehilangan makna digerus oleh eksistensi organisasi–organisasi internasional yang semakin arogan dan bahkan cenderung otoriter.

Benarkah status negara bangsa telah kehilangan makna? Mungkin saja! Mari cermati sebuah peristiwa kecil, dikampung kecil yang menimpa Pak Tukirin, 62 tahun, yakni seorang petani sederhana dari Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Dia dituduh mencuri benih induk oleh perusahaan produsen benih jagung hybrida, PT. BISI, anak perusahaan Charoen Pokphand, Korporasi pertanian terbesar di Asia. Padahal Pak Tukirin memperoleh benih dari penyalur benih resmi yang dijual bebas. Dengan pengetahuan “lokal” yang dimilikinya, Pak Tukirin ternyata berhasil membudidayakan tanaman jagung yang dimilikinya sehingga dapat digunakan menjadi benih setelah melakukan inovasi penyerbukan silang antar tanaman jagung.

Baca Juga:  Gandeng Madani Institute Singapura, UNIDA Gontor Gelar Pengabdian Kolaborasi Internasional

Tanaman jagung hibrida yang dipanen oleh para para petani selama ini memang tidak dapat digunakan lagi sebagai benih untuk musim tanam berikutnya. Kalaupun digunakan sebagai benih, hasilnya pasti jelek. Jagung hibrida hanya bisa dipakai satu kali tanam, setelah panen kalau tidak dijual, ya dimakan aja.

Pak Tukirin kemudian menjual bibit jagung hasil kreatifitasnya dengan harga yang jauh lebih murah kepada sesama teman petani. Peristiwa keberhasilan orang kampung kecil itu justru menjadi masalah besar bagi sang produsen benih – karena para petani menjadi tidak tergantung lagi kepada anak perusahaan asal Thailand itu. Maka dengan arogan anak perusahaan Charoen Pokphand tersebut menuduh Pak Tukirin dengan menggunakan jurus TRIPS (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights) WTO. Pengadilan akhirnya memenangkan perusahaan produsen benih Thailand tersebut. Pak Tukirin dan teman-temannya masuk penjara karena karyanya yang kreatif dan inovatif. Negara diam, tidak terusik, padahal Pak Tukirin adalah warga negara Indonesia yang harus dilindungi dari konspirasi korporasi asing yang arogan dan monopolistik di era globalisasi.

Baca Juga:  Hasto Tuding Kapolda Jatim Suruh Bawahan Menangkan Prabowo-Gibran, Agusdono: Jangan Ngawur

Dunia telah menjadi kampung kecil. Kasus yang menimpa Pak Tukirin, dan kasus serupa lainnya juga banyak terjadi di negara-negara berkembang lain. Peristiwa ini menunjukkan bahwa seorang warga negara kini telah menjadi orang asing di negeri sendiri – seorang diri harus menghadapi kekuatan korporasi transnasional yang menggurita. Nah itulah contoh gambaran dampak Putaran Uruguay bagi seorang warga negara Indonesia yang kreatif dan inovatif dalam sistem keamanan tingkat tinggi WTO. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 8