NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dinobatkan sebagai The Finance Minister of the Year (Menteri Keuangan Terbaik) untuk Asia Timur dan Pasifik Tahun 2018 versi majalah Global Markets.
Kementerian Keuangan menyebut, penghargaan yang diraih Sri Mulyani karena mampu berkinerja baik merancang berbagai kebijakan ekonomi yang dapat menjaga momen pertumbuhan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Baca juga: Tax Amnesty Jawaban Negara Gagal
Selain itu, penghargaan yang diberikan di sela-sela acara Annual Meeting IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali beberapa waktu yang lalu itu karena Sri Mulyani dianggap berhasil mengatasi dua persoalan fundamental keuangan negara yakni pengumpulan pajak dan penyerapan anggaran pemerintah.
Penghargaan prestisius yang diperoleh Sri Mulyani tak lantas menyurutkan kritik yang menyertainya. Ekonom Salamuddin Daeng misalnya menyebut, penghargaan tersebut diperoleh dengan berbagai strategi, seperti pandangannya berikut ini.
Baca juga: Tax Amnesty Menjadikan Indonesia Negara Gagal
Pertama, berani memberlakukan pengetatan fiskal dengan cara memangkas seluruh subsidi untuk rakyat. “Akibatnya, BBM dan listrik harganya melambung tinggi karena diserahkan pada mekanisme pasar,” ujar Salamuddin seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (16/10/2018).
Kedua, berani menaikkan suku bunga surat utang negara sehingga bunga yang dibayar kepada pemberi utang menjadi sangat besar dan investor untung besar.
Baca juga: Tax Amnesty Adalah Program Tukang Ngentit Uang Negara
Ketiga, berani mengatakan bahwa melemahnya kurs menguntungkan APBN, padahal yang terjadi adalah pokok utang pemerintah yang dibayar kepada pemberi utang menjadi sangat besar, lembaga pemberi utang dan investor untung besar.
Keempat, berani membebankan semua subsidi yang seharusnya ditanggung APBN menjadi beban BUMN, bukan agar subsidi tetap ada akan tetapi agar BUMN memiliki utang besar.
Baca juga: Ekonom: Zeti Akhtar Aziz Anti Tesis Sri Mulyani
Kelima, berani membuat skenario utang BUMN yang sebesar besarnya agar BUMN lekas bangkrut sehingga otomatis dapat diprivatisasi. Keenam, berani menaikkan utang pemerintah sebesar besarnya sehingga negara benar-benar terjerat, utang lama ditutup dengan utang baru yang lebih besar.
Ketujuh, berani membuat mega proyek infrastruktur yang proyek tersebut sebagian besar akan menyerap barang barang impor. Kedelapan, berani mencuci uang para koruptor kelas kakap (big fish) dan uang haram lainnya melalui tax amnesty sehingga dosa-dosa mereka sulit terlacak lagi.
Baca juga: Gallup, Jokowi dan Sri Mulyani
Kesembilan, berani membuka impor ugal-ugalan dengan menghapus semua bea masuk impor kebutuhan pokok pangan dan impor kebutuhan infrastruktur seperti semen, paku, kawat, besi, baja dan lain sebagainya sehingga industri dalam negeri mati.
Kesepuluh, berani membeli aset aset perusahaan asing yang sudah akan berakhir masa kontraknya dengan uang BUMN hasil utang, sehingga asing bisa dapat rezeki nomplok dan uang besar.
Baca juga: Window Dressing, Bukti Sri Mulyani Seorang Politisi
Kesebelas, berani memeras rakyat dengan berbagai jenis pajak yang mencekik leher, melebihi tukang palak manapun di seluruh dunia.
(gdn/wbn)
Editor: Gendon Wibisono