Ekonomi

Harga Tebu Anjlok, Jokowi Sukses Bikin Petani Tebu Menderita dan Sengsara

Petani Tebu (Foto Credit)
Petani Tebu (Foto Credit)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Derasnya gula impor mengakibatkan harga tebu di tingkat petani jatuh. Pemerintah di bawah komando Jokowi terlihat tidak perduli dengan nasib “wong cilik” petani tebu.

“Tahun ini, tebu di lahan 1 hektar hanya menghasilkan Rp.7.276.000,- sehingga petani beralih menanam tembakau,” kata Ahmad Syahid, petani tebu di Desa Mlagen, Pamotan, Rembang kepada Nusantaranews.co (26/8/2018).

Syahid menambahkan bahwa menanam tembakau lebih menjanjikan daripada tebu yang harganya hancur. Minimnya curah hujan juga menjadi faktor berkurangnya bobot tebu.

“Areal 1 hektar tahun kemarin menghasilkan keuntungan bersih 30 juta namun saat ini saya hanya memperoleh 14 juta, itu pun pendapatan kotor. Pendapatan bersihnya hanya 8 juta. Tolonglah Pak Jokowi memperhatikan nasib kami,” ujar Taufik, petani tebu Rembang.

Hal yang sama juga dirasakan oleh Mae Azhar, petani tebu di Cirebon. Ia menyatakan bahwa harga tebu terus anjlok dikhawatirkan tidak ada petani yang mau menanam tebu dan bisa menjadi gejolak.

Baca Juga:  Baznas Sumenep Komitmen Tingkatkan SDM dan Entaskan Kemiskinan Melalui Beasiswa dan Program UMKM

“Kalau kita impor gula rafinasi terus dan disebar ke pasar, maka pelan-pelan “membunuh” para petani dan ujung-ujungnya nanti kita sangat bergantung pada luar negeri,” tuturnya kepada Antara (19/07).

Pada 20 Agustus lalu, HM Arum Sabil, praktisi pertanian membuat surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Ia menuturkan bahwa petani tebu rakyat menyambut panen tahun 2018 dengan duka dan air mata karena petani tebu mengalami kebangkrutan massal akibat gula impor raw sugar membanjiri pasar Indonesia.

“Kebrutalan pemberian ijin impor gula yang sangat kental dengan indikasi kepentingan perburuan fee rente impor gula, bisa dilihat pada 2 Kelompok pemegang ijin Impor Produsen (IP). Yang pertama adalah kelompok importir produsen pabrik gula rafinasi yang bahan bakunya raw sugar dengan kapasitas terpasang sudah mencapai di atas 5 juta ton. Yang kedua adalah kelompok importir produsen yang mengimpor raw sugar untuk dijadikan gula krital putih dengan alasan untuk kepentingan idle capacity, dengan jumlah ijin yang dikeluarkan hampir 2 juta ton,” tegasnya.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar RDP Terkait PHK Karyawan PT. BHP

HM Arum Sabil menambahkan, selain tsunami gula impor, kebijakan pergulaan tidak sinergis antara kebijakan Kementerian Pertanian yang merekomendasikan Harga Acuan Pembelian Gula Petani adalah Rp 10.500/Kg dengan Permendag yang menetapkan harga acuan gula petani hanya Rp 9100/kg. Di sisi lain Kemendag Mengajukan Permohonan Kepada Kementrian BUMN agar Menugaskan Perum BULOG Membeli Gula Petani Rp 9700/kg. Menurutnya, kebijakan tersebut sangat tidak cermat dan sangat merugikan petani.

Editor: Romadhon

Related Posts

1 of 3,113