NUSANTARANEWS.CO – Pembentukan zona penyanggah fase kedua Israel gagal total setelah Provinsi Daraa berhasil direbut kembali oleh pasukan pemerintah Suriah. Kepentingan Israel untuk melegitimasi Dataran Tinggi Golan yang berhasil diduduki sejak Perang Enam Hari 1967 mulai mendapat ancaman serius dari Presiden Bashar Al-Assad yang telah bersumpah ingin menegakkan kembali kedaulatan wilayah Suriah dari pendudukan teroris dan Zionisme Israel.
Seperti diketahui, Israel telah setengah abad lebih berupaya mencari legitimasi internasional untuk klaimnya atas Dataran Tinggi Golan dan semakin keras seiring dengan perang proxy yang dilancarkan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah yang ingin memotong jalur migas Iran-Qatar ke Eropa. AS sangat khawatir bila jalur pipa migas tersebut berjalan – maka hubungan Iran dengan Eropa akan semakin kuat. Bukan itu saja, Eropa tidak akan tergantung lagi dengan pasokan AS untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Sementara Israel sendiri telah menyiapkan strategi dengan membuat “zona penyangga” yang diperluas – atau “zona aman” di dalam wilayah kedaulatan Suriah. Tujuan Israel adalah untuk melemahkan klaim kedaulatan Suriah atas wilayah yang tidak di bawah kendali Damaskus. Sedangkan upaya Israel membangun perimeter sejauh 40 kilometer di luar Dataran Tinggi Golan dengan pengawasan pasukan polisi Suriah yang dilatih dan dipersenjatai oleh Israel serta melibatkan kelompok pemberontak dan teroris di Daraa maupun Quneitra telah ditolak AS dan Rusia.
Di sisi lain, Israel semakin meningkatkan aktivitas di Dataran Tinggi Golan termasuk memperluas permukiman Yahudi serta membangun infrastruktur untuk menghidupkan ekonomi lokal. Isreal juga telah mendorong 20.000 warga Suriah yang masih tinggal di sana untuk mengambil kewarganegaraan Israel dan berpartisipasi dalam pemilihan lokal. Israel bahkan sudah memberi perizinan dan persetujuan proyek eksplorasi minyak bernilai jutaan dolar yang kontroversial demi mempertahankan pendudukan Dataran Tinggi Golan yang ilegal.
Demi ambisinya, selama dua tahun terakhir, Israel telah memperkuat zona aman di Suriah selatan. Melalui proyek ini, Israel membangun akses ke daerah-daerah yang dikuasai oleh pemberontak dan teroris dengan imbalan bantuan perawatan medis dan suplai kebutuhan barang pokok. Menurut laporan Wall Street Journal, Israel bahkan membayar gaji para pejuang serta memberi bantuan senjata dan amunisi.
Jatuhnya Daraa, membuat Israel akhirnya fokus membangun zona penyanggah di Quneitra. Israel telah melatih sekitar 500 teroris untuk menjadi pasukan polisi perbatasan yang bertanggung jawab atas perbatasan antara zona aman dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Pasukan perbatasan diperkirakan akan berpatroli di perimeter yang meliputi sebelah selatan kota Huto sampai ke Rafid di provinsi Quneitra selatan. Israel telah mengucurkan anggaran besar untuk mewujudkan zona penyanggah ini karena merasa khawatir (sebagai dalih) atas peningkatan pengaruh Iran di Suriah dan kehadiran militer Hizbullah di perbatasan utara.
Setelah gagal mengimplementasikan zona aman 40 kilometer di selatan karena ditolak AS dan Rusia – kepala staf, Gadi Eisenkot menegaskan bahwa Israel akan mengimplementasikan zona seluas 40 kilometer yang membentang dari Quneitra hingga Daraa. (as)