NUSANTARANEWS.CO – Siapa sangka, HTI semakin dikenal. Pembahasan khilafah pun menjadi kajian mendalam para pakar. Dan yang lebih mencengangkan, hashtag yang berkaitan dengan HTI semisal #HTILayakMenang, #HTIdiHati, #HTILanjutkanPerjuangan, #7MeiHTIMenang, dan #KhilafahAjaranIslam merajai barisan trending topik di jagat maya. Luar biasa.
HTI selalu konsisten menyerukan penerapan syariat Islam dengan Khilafah. Konsistensi inilah yang menjadikannya salah satu ormas Islam yang unik. Tudingan dan framing negatif yang dialamatkan kepada HTI justru tak membuat gentar. Mereka malah semakin gencar menyerukan dakwahnya. Massa dan simpatisan HTI pun berlatar dari berbagai komponen umat, mulai kalangan akademisi, intelektual, hingga rakyat kebanyakan. Bahkan banyak yang penasaran berapa sesungguhnya jumlah kader HTI di Indonesia.
Fenomena HTI tentu menjadi hal baru bagi masyarakat. Pasalnya, segala bentuk aktifitas HTI selama ini tak pernah mendapat respon dahsyat baik dari masyarakat, tokoh, maupun rezim sendiri. Mereka hanya dianggap ormas biasa yang sekedar membangun mimpi dengan konsep Khilafahnya. Mereka dikenal ormas yang hanya omdo tanpa ada realisasi perbuatan. Anehnya, ormas yang sering dikatakan NATO (No Action Talk Only) atau omdo ini justru membuat rezim kalap hingga mengeluarkan Perppu Ormas untuk mensahkan pembubarannya. Itu artinya secara tidak langsung mereka mengakui ormas omdo ini punya pengaruh yang besar dalam menentukan peta perubahan perpolitikan di Indonesia.
Baca Juga:
HTI Dikeroyok Sembilan Saksi Pro Pemerintah di Persidangan
PAN Minta Perppu Ormas Diganti Menjadi Perppu HTI
HTI memang dikenal kental membawa dakwah politik. Mereka getol mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Mereka dengan tegas menolak seluruh penjajahan akibat diterapkannya sistem kapitalisme yang berasal dari pemikiran barat. Di saat masyarakat alergi dengan bahasan politik, HTI justru tampil berbeda. Mereka secara nyata memberikan edukasi politik yang mungkin jarang dilakukan oleh parpol maupun ormas lain. Mereka selalu mengaitkan setiap peristiwa dan fakta kerusakan dengan sudut pandang Islam. Itulah wajah politik Islam yang mereka gagas.
Tentu hal ini menjadi kewaspadaan tersendiri bagi rezim karena benih kebangkitan umat Islam untuk melek politik semakin tampak. Umat Islam tak lagi mudah dibodohi oleh kepentingan politik yang tidak mengutamakan rakyat. Menarik untuk dicermati mengapa HTI menjadi hambatan bagi kepentingan rezim.
Pertama, pemikiran yang bersumber dari aqidah Islam menjadi ruh tersendiri bagi HTI. Pemikiran Islam ini bila diadopsi oleh umat islam akan membahayakan pemikiran kaum kapitalis, sekuleris, dan liberalis yang tak menghendak Islam mendominasi dalam kehidupan.
Kedua, sikap kritis HTI terhadap berbagai kebijakan yang dzalim membuat masyarakat semakin cerdas memilah dan memilih pemimpin. Sikap kritis inilah yang membuat rezim ‘gerah’ sebagai pengikut ataupun pengemban ideologi kapitalisme. Penentangan HTI terhadap kebijakan penguasa menjadi batu sandungan bagi mereka. Sikap kritis inipun dibungkam dengan keputusan pembubaran HTI secara sepihak oleh pemerintah.
Ketiga, ide Syariah dan Khilafah. Khilafah seringkali dituding sebagai paham yang bertentangan dengan pancasila. Tuduhan ini menjadi alasan bagi pemerintah bahwa HTI akan merongrong NKRI dengan konsep Khilafahnya. Padahal bila kita mau cermati justru yang merongrong NKRI sebenarnya adalah sistem kapitalisme dan turunan mereka.
Keempat, massa dan simpatisan HTI yang tersebar luas di berbagai wilayah menjadi tantangan tersendiri bagi parpol pro rezim maupun oposisi untuk memenangkan kontestasi pemilu. Suara HTI dinilai mempengaruhi perubahan politik di Indonesia.
HTI menawarkan ide dan gagasan untuk menyelamatkan Indonesia dari cengkeraman kapitalisme. Ide dan gagasan yang ditawarkan ini berupa penerapan syariah dan Khilafah. Terkait bagaimana mekanisme syariah dan Khilafah itu diterapkan perlu ada diskursus panjang agar tak ada kesalahpahaman dalam memahami ide yang diemban oleh HTI.
Faktanya, yang dilakukan pemerintah selama ini hanya tudingan, persepsi, dan asumsi liar hingga membangun opini bahwa Khilafah sebagai ancaman. Layakkah disebut ancaman bila solusi yang ditawarkan berasal dari Dzat Maha Benar? Kalaulah ide syariah dan Khilafah disebut ancaman, mungkin lebih tepatnya ancaman bagi sistem kapitalisme-liberalisme yang tengah menguasai negeri ini.
*Chusnatul Jannah, penulis Lingkar Studi Perempuan Peradaban