NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Upaya pemerintah melalui Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menghapus tiga golongan listrik yakni 900 VA-RTM, 1.300 VA, dan 2.200 VA terus mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan. Kebijakan pemerintah melalui penyederhanaan tarif listrik juga dinilai menjebak rakyat untuk mengkonsumsi listrik lebih besar.
Menurut Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, Menteri ESDM dan Menteri BUMN mengenai kebijakan penyederhaan tarif listrik seharusnya mereka bisa menjadi pengawas dan pemandu PLN, bukannya malah melegitimasi rencana yang dinilainya destruktif.
“Kita lihat, utang jatuh tempo PLN dalam 3 tahun ke depan sebesar Rp186,09 triliun. Padahal, PLN saat ini sedang dibebani oleh penugasan berbagai proyek oleh pemerintah,” kata Fadli Zon dikutip dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/11/2017).
Fadli Zon beranggapan bahwa langkah yang ditempuh Kementerian ESDM bersama PT. PLN dianggap sebagai kedok pemerintah untuk menyelamatkan keuangan PLN yang mengalami salah urus.
“Akibatnya keuangan PLN kewalahan. Pada akhirnya memperlemah kemampuan PLN memodali proyek-proyek yang sedang dikerjakannya,” sambung dia.
Di sisi lain, lanjut Fadli, PLN saat ini tengah mengalami penurunan saldo kas bersih. Angka DSR (Debt to Service Ratio) PLN kini di bawah 1. “Padahal batas wajarnya adalah di atas 1.5,” paparnya.
“Itu artinya kemampuan arus kas bersih PLN untuk melunasi utang jangka pendek makin rendah,” kata Fadli.
Masalahnya, kata Fadli Zon, untuk menambal saldo kas bersih yang buruk itu, PLN melalui Menteri ESDM mewacanakan menerapkan kebijakan single price bagi pelanggan gol 900 VA, 1.300 VA, dan 2.200 VA, sehingga tarifnya sama dengan golongan 4.400 VA.
“Bagi saya, menjebak rakyat untuk mengkonsumsi listrik lebih besar demi menyelamatkan keuangan PLN adalah kebijakan publik yang sangat tak bisa diterima,” tegasnya. (*)
Editor: Romandhon