NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing meminta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk memperbaiki dan memperkuat tata kelolanya. Menurut Emrus, hari ini ada dua agenda KPK sekaligus ‘bersejarah’.
Pertama, kata Emrus, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR-RI sebagai fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPR-RI terhadap tata kelola kelembagaan KPK. Kedua, pemeriksaan Setya Novanto (SN) terkait pemanggilan pemeriksaan ini kali pertama dilakukan KPK setelah SN ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan kurupsi e-KTP.
“Mengapa bersejarah? Pertama, RDP. Di tengah tiga isu utama yaitu pelemahan, pembekuan dan temuan Pansus KPK tentang berbagai kekurangan yang terjadi dalam tata kelola institusi KPK, DPR-RI melakukan RDP dengan komisioner KPK,” ujar Emrus melalui pesan singkat kepada Nusantaranews, Senin (11/9/2017).
Menurut dia, diskusi pada RDP hari ini sejatinya digunakan menjadi forum ‘buka-bukaan’ antara Komisi III dengan Komisioner KPK tentang tiga isu utama tersebut. “Sebaiknya diliput live oleh media massa. Dengan demikian, publik jelas melihat posisi tiga persoalan tersebut, apakah dapat dituntaskan atau tidak. Jika mampu dipecahkan, publik menjadi tidak bingung terhadap ketiga issu yang selama ini menjadi wacana publik tanpa kejelasan,” ungkapnya.
Jika tidak mampu dituntaskan antara Komisi III dengan Komisioner KPK, lanjut dia, maka ketiga isu tersebut menjadi bola liar yang dapat menurunkan kepercayaan publik kepada kedua lembaga tersebut. Sekaligus, berpotensi menjadi ‘gorengan’ politik pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
“Jika tujuannya memperkuat KPK, maka RDP sejatinya harus bisa membahas ketiga isu tersebut dengan membongkar berbagai persoalan terkait dengan tata kelola di KPK selama 15 tahun ini secara tuntas, tentu dengan solusi. Jika proses dialog buka-bukaan antara Komisi III dan Komisioner KPK dilakukan dengan ‘kepala dingin’ dan sebaiknya tidak satupun peserta RDP mengunakan peraturan formalistik untuk bersebunyi di balik kelemahan, maka semua persoalan tersebut dapat diungkap secara terang benderang,” papar Emrus.
Direktur Eksekutif Emrus Corner itu menyampaikan, bahwa berdasarkan keterbukaan hasil dialog Komisi III dengan Komisioner KPK dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu yang mana merupakan keselahan prosedur yang melanggar kelaziman. “Kesalahan prosedur dapat diperbaiki secara internal di KPK dengan memberikan saksi adminstratif terhadap pelakunya. Selanjutnya yang mana pelanggaran hukum, misalnya dugaan tindakan penyekapan saksi, harus dilanjutan proses hukum di Kepolisian, Kejaksaan lalu ke sidang Pengadilan,” jelas dia.
Selain itu, kata Emrus pemeriksaan terhadap SN, yang juga menjabat ketua partai pemenang kedua pada Pileg yang lalu dan telah menyatakan dukungan politik kepada pemerintah, bahkan sudah memproklamirkan dukungan terhadap presiden menejadi calon presiden pada pemilu 2019, sekalipun yang didukung belum memberi respons, harus dilakukan dengan serius.
“Sebab, penetapan SN sebagai tersangka dugaan korupsi terkait proyek e-KTP oleh KPK bisa saja dibatalkan pada Praperadilan. Dalam konteks ini, acara Praperadilan sekaligus ‘menguji’ kekuatan dan validitas data dan bukti yang dimiliki KPK. Jika SN lolos dari Praperadilan, ini menunjukkan KPK tidak bekerja atas dasar kehati-hatian dan dapat menurunkan kredibilitas KPK di mata publik,” tutur Emrus.
Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon