KolomOpini

Golkar Jadi Medan Tempur Veteran Politik Orde Baru?

Menyusul ditersangkakannya Setya Novanto, Golkar jadi medan tempur yang seru. Para pemain lama alias veteran politik orde baru bakal turun gunung. Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Bakrie dan Agung Laksono.

Titipan Jokowi melalui Luhut, Airlangga Hartarto jadi opsi paling kuat untuk gantikan Setnov. Tinggal siapa yang diplot jadi Sekjen, masih terjadi tarik-menarik. Erwin Aksa, keponakan Jusuf Kalla, diplot jadi salah satu calon sekjen.

Opsi lain tidak tertutup kemungkinan, Bakrie kembali jadi Ketua Umum Golkar. Jokowi terbetik kabar inginnya duet Airlangga Hartarto-Ahmad Doli. Tapi bisa juga kompromi, sehingga yang didorong adalah duet Airlangga-Erwin Aksa.

Kuncinya adalah di titik temu Bakrie-JK. Yang krusial di balik pertarungan Golkar sekarang, tidak adanya titik temu antara Ginanjar Kartasasmita dan Bakrie-JK. Sehingga ketika Erlangga bisa disepakati jadi ketua umum golkar, maka siapa jadi sekretaris jenderal bakal jadi pemicu konflik antar elit Golkar.

Pada tataran ini, peran Akbar Tanjung yang sudah sepuh dan sering sakit-sakitan masih tetap penting. Karena Akbar akan jadi tumpuan dari beberapa kroni Ginanjar seoerti Fahmi Idris, MS Hidayat dan Marzuki Darusman. Untuk dimainkan sebagai pelobi tingkat tinggi.

Baca Juga:  Mengulik Peran Kreator Konten Budaya Pop Pada Pilkada Serentak 2024

Celakanya, Bakrie dan JK menolak skema Ginanjar dan Luhut yang diwakili oleh dua operator politiknya, yakni Marzuki Darusman dan MS Hidayat.

Manakala skema JK-Bakrie yang menang, Jokowi akan sepenuhnya dalam genggaman kekuasaan Mega-JK yang didukung oleh skema koalisi partai PKB-Hanura-Nasdem-PDIP. Luhut sebagai representasi kepentingan Ginanjar dan kroni pengusaha minyak seoerti Arifin Panigoro akan “mati langkah”. Apalagi sebelumnya sudah diungkap adanya dana sebesar Rp 90 miliar yang digelontorkan KPK kepada Indonesia Corruption Watch (ICW). Yang tentunya sasaran tembak bukan saja Teten Masduki yang merupakan eksponen ICW yang sekarang ketua Kantor Staf Kepresidenan, melainkan orang-orang di belakang ICW selama ini termasuk Arifin Panigoro, yang tentunya kalau bicara Arifin, termasuk juga Ginandjar Kartasasmita.,

Kasak-kusuk pertarungan golkar ini akan semakin diperpanas dengan digulirkannya Hak Angket KPK oleh DPR yang bermuara pada desakan membubarkan KPK.

Berarti ditersangkakannya Setnov, sejatinya bukan perhadapan antara presiden dan DPR. Namun cermin pertarungan belakang layar antara dua kartel politik ini.

Baca Juga:  Eropa Berharap Menjadi "Gudang Senjata Perang" untuk Menyelamatkan Ekonominya

Dalam konstalasi politik yang demikian, Jokowi hanya sekadar ring tinju atau papan catur. Jika begitu, arah dari kegaduhan soal e-KTP dan kemungkinan pergolakan internal di Golkar pasca Setnov jadi tersangka, bukan untuk menggusur Jokowi. Melainkan untuk menciptakan pergeseran kekuasaan di lingkaran istana.

Maka seiring dengan kemungkinan seperti itu, jadi masuk akal jika selentingan mengabarkan Rini Sumarno yang sekarang menteri negara BUMN, akan diplot menggantikan Teten Masduki sebagai Kepal Staf Kepresidenan.

Berarti, ini penanda bahwa JK dan Mega semakin solid menguasai arah kebijakan presiden Jokowi. Sebab Rini selama ini merupakan sabuk pengaman bersatunya Mega dan JK. Bukan sekadar meneg BUMN.

Dalam skenario seperti itu, mata-rantai Luhut dan Teten berikut jejaring politiknya yang bermarkas di Kantor Staf Kepresidenan, akan berakhir sudah. Akan muncul aktor-aktor baru hasil rekrutan Rini Sumarno. Dan menggeser orang-orang rekrutan Luhut, termasuk yang para lulusan Universitas Harvard itu.

Jadi, kejadian yang menimpa Setnov, pergolakan di internal Golkar, dan Hak Angket DPR yang tujuan akhirnya adalah membubarkan KPK bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Namun saling berkaitan.

Baca Juga:  Tentang Kerancuan Produk Hukum Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Penulis: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 49