OpiniPolitik

Mengapa Presidential Treshold 0 Persen?

RUU Pemilu yang diajukan pemerintah khususnya terkait presidential treshold menyatakan secara jelas keinginan pemerintah untuk mempertahankan presidential treshold 20 % kursi DPR dan 25 % suara sah nasional. Pandangan ini dinilai inkonstitusional karena beberapa hal, sekaligus menjawab mengapa 0 %.

Pilihan 0 % terhadap presidential treshold bukanlah pilihan yang non sense. Tetapi suatu pilihan yang berbasis akal sehat konstitusional (sense of constitutional). Mengapa?

Presidential treshold hasil Pemilu sebelumnya dijadikan dasar untuk presidential treshold Pemilu 2019. Menjadi tidak jelas dalam hal ini, Pemilu sebelumnya yang mana? Apakah Pemilu 2014, Pemilu 2009 atau Pemilu 2004? Lantas, apa dasar konstitusional menetapkan presidential treshold Pemilu sebelumnya sebagai landasan presidential treshold Pemilu 2019? Patut dicatat bahwa Pemilu 2019 itu serentak. Jadi, hasil Pemilu yang manakah yang tidak serentak itu menjadi landasan presidential treshold Pemilu serentak 2019? Dari aspek logika yuridis tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dari aspek konstitusional, jelas melanggar konstitusi.

Sebagaimana Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 Pemilu 2019 akan dilaksanakan secara serentak, di mana Pemilihan DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD akan dilaksanakan di waktu yang bersamaan alias serentak. Hal ini kemudian membawa ketentuan ambang batas pencalonan presiden bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD NKRI 1945, yang menjamin hak setiap partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan pasangan calon presiden. Itu berarti presidential treshold 20 % adalah bentuk pembangkangan terhadap amanat Mahkamah Konstitusi karena Pemilu 2019 yang serentak dilaksanakan untuk Pilpres dan Pileg tidak bisa menjadikan hasil Pileg sebelumnya sebagai syarat presidential threshold, apalagi menjadikan Pileg tahun 2014 sebagai syarat. Ini jelas tidak masuk akal dan logika inkonstitusional.

Baca Juga:  Alumni Lemhannas RI Minta Kejari Inhil, Inspektorat, dan Tipikor Periksa Kominfo

Presidential treshold 20 % kursi DPR dan 25 % suara sah Pemilu nasional adalah pereduksian terhadap posisi dan peranan partai politik. Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”, sudah sangat jelas mengatur hal ini. Tidak boleh ada batasan terhadap partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Ini amanat konstitusi.

Dengan demikian, membatasi peran partai politik melalui regulasi ambang batas presidensial adalah hal yang inkonstitusional. UUD 1945 secara tegas dan jelas menegaskan tidak adanya ambang batas ini.

Sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitus Nomor 14/PUU-XI/2013 menjelaskan bahwa pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara serentak. Atas dasar itu, ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang termaktub dalam Pasal 190 RUU Penyelenggaraan Pemilu yang berbunyi “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya’’ tidak relevan dijadikan sebagai rujukan dalam mengatur pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Baca Juga:  Dukung Risma Pimpin Jawa Timur, Ini kata Para Buruh Tembakau di Jember

Ambang batas presiden adalah bentuk nyata merongrong hak demokrasi dan hak konstitusional setiap partai politik dalam mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 6A ayat 2 (dua). Suatu gambaran nyata dari spirit otoritarian yang bertentangan dengan semangat refomasi yang digemakan pemerintah setiap saat.

Hasil Pemilu 2014 yang menjadi rujukan dalam pengusungan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidak relevan untuk diberlakukan pada Pemilu Serentak 2019. Dengan tidak diberlakukannya ambang batas presiden (presidential treshold), maka peluang munculnya calon Presiden dan Wakil Presiden dari setiap partai politik peserta pemilu semakin terbuka. Kompetisi semakin sehat. Demokrasi pun terbuka. Inilah kegembiraan demokrasi yang mesti dirayakan tidak saja oleh partai politik, tetapi juga oleh rakyat Indonesia.

Dasar-dasar di atas adalah alasan mengapa presidential treshold versi pemerintah (20% jumlah kursi DPR atau 25% suara sah nasional). Presidential treshold 0 % adalah solusi terbaik mengembalikan hak konstitusional partai politik dan pelaksanaan amanat UUD 1945.

Baca Juga:  Kesenjangan Tinggi, Cagub Luluk Janjikan Perubahan di Jatim

Penulis: Fary Djemy Francis, Ketua Komisi V DPR RI
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 2