NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Buruh Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina berharap kepolisian menghindari cara-cara kekerasan dalam menangani aksi unjuk rasa mereka di Kementerian Tenaga Kerja. Sekitar 1000 buruh AMT dari 10 kota berunjuk rasa di kantor Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri pada Kamis, 6 Juli 2017 untuk mengawal perundingan dengan pihak Pertamina dan dua anak perusahaannya, Pertamina Patra Niaga serta Elnusa Petrofin.
Para buruh AMT berniat untuk terus bertahan di Kementerian Tenaga Kerja hingga pemerintah menyelesaikan persoalan pelanggaran hak-hak buruh di perusahaan pelat merah tersebut.
Ketua AMT Pertamina Tegal, Rudi Santoso, menjelaskan mereka jauh-jauh datang ke Jakarta untuk menuntut hak. “Sudah bertahun-tahun hak itu tidak diberikan pihak perusahaan,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 6 Juli 2017.
Rudi berharap Kementerian Tenaga Kerja tegas melakukan eksekusi terhadap praktik outsourcing atau alih daya ilegal di Pertamina Patra Niaga dan Elnusa Petrofin. “Pemerintah tidak berani mengeksukusi. Tolong pada pihak Kementerian menegakan hukum,” katanya.
Sistem outsourcing menjadi biang kerok perusahaan untuk menghindari pemenuhan berbagai hak buruh. Di antaranya adalah hak untuk jam kerja manusiawi, hak upah lembur, kepastian kerja, dan lingkungan kerja yang aman.
Trisno, Ketua AMT Depot Surabaya, menambahkan pihak kepolisian seharusnya melindungi hak para buruh untuk memperjuangkan hak-hak mereka. “Apalagi kita memperjuangkan hak yang sudah sesuai Undang-undang. Seharusnya petugas lebih mengerti daripada kita,” terangnya.
Ia menambahkan buruh Awak Mobil Tangki selama ini telah berjasa untuk menggerakan roda perekonomi. “Buruh ini kan juga vital dalam menjalankan ekonomi,” sebutnya.
Kebanyakan mereka bekerja hingga 12 jam atau lebih untuk mengantarkan BBM ke SPBU-SPBU. Meskipun begitu, perusahaan tidak memberi kompensasi dengan upah lembur. Alih-alih, mereka menjalankan sistem performasi yang jauh di bawah perhitungan tentang lembur.
Mulai 19 Juni, buruh Awak Mobil Tangki Pertamina melancarkan aksi mogok kerja. Mereka menuntut anak perusahaan Pertamina di bidang distribusi BBM Pertamina Patra Niaga dan Elnusa Petrofin menghapuskan sistem kerja kontrak/outsourcing.
Sistem kerja outsourcing tanpa upah lembur membuat para buruh dipacu bekerja hingga 12 jam atau lebih. Padahal, mereka membawa muatan mudah meledak. Di Jakarta dan sekitarnya saja, empat buruh sudah tewas terpanggang karena kecelakaan kerja pada 2015 dan 2016. (Riski)
Editor: Achmad Sulaiman