NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Jelang May Day 1 Mei, Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama’ (DPP K-Sarbumusi NU) meminta Presiden dan DPR RI untuk segera melakukan sentralisasi peran Kementerian Ketenaga Kerjaan dari pusat sampai daerah. Pasalnya banyak persoalan ketenagakerjaan yang masih menjadi permasalahan daerah. Tak jarang terjadi tumpang tindih aturan yang menyulitkan advokasi.
“Seharusnya urusan ketenagakerjaan menjadi bagian yang didesentralisasi menjadi urusan pemerintahan absolut dari pusat sampai daerah dengan merevisi nomenklatur kementerian tenaga kerja menjadi urusan pemeirntahan absolut,” kata Eko Darwanto, Sekjend K-Sarbumusi saat koferensi pers, di Kantor DPP K-Sarbumusi Jl. Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu (30/4/2017).
Eko menambahkan, tidak hanya persoalan desentralisasi kewenangan kementerian ketenagakerjaan, keinginan pemerintah untuk melakukan revisi Undang-Undang No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, akan mendapatkan penolakan. Jika alasannya Revisi Undang-Undang tersebut karena pemerintah ingin memperkecil jumlah serikat buruh.
“Alasan treashould yang didengungkan Kemnaker sebenarnya selama ini sudah dilaksanakan oleh Kemnaker. Hanya persoalannya Kemnaker sendiri tidak menghormati hasil verifikasi SP/SB yang dilakukannya sendiri, selalu semuanya dilibatkan baik SP/SB yang punya anggota ataupun tidak, lalu untuk apa hasil verifikasi kalo begitu,” ujarnya.
Sementara, Wakil Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) bidang dalam negeri Melihat, Union Busting/Pembarangusan serikat buruh di dalam perusahaan yang semakin massif dan berbagai cara dilakukan. Tanpa rasa takut perusahaan-perusahaan ini melakukan kriminalisasi terhadap pegurus dan keberadaan serikat buruh di Indonesia.
“Pemberangusan Buruh (Union Busting) terjadi karena sangat lemahnya pengawasan dan banyaknya pengawas yang dapat dibeli dan berkolaborasi dengan pengusaha,” terang Sukitman.
Nasib buruh kian menjadi sengsara dengan politik upah murah. Kebijakan paket ekonomi yang saat ini dijalankan merupakan pesan atas nama mempermudah investasi melakukan politik upah murah yang merugikan buruh dan anak bangsa Indonesia. “Demi kepentingan investasi buruh dikorbankan dan dimarjinalisasikan lewat penerapan sistem upah yang sangat minim dan jauh dari mencukupi,” pungkasnya.
Pewarta: Ucok Al Ayubbi
Editor: M.Romandhon