NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengungkapkan bahwa gambaran tentang ketimpangan dalam sektor keuangan tergambar dari jumlah simpanan orang di bank dalam bentuk Rupiah.
Menurut Salamuddin, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa dana masyarakat yang disimpan dalam bentuk Rupiah di bank umum, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mencapai Rp3,770 triliun dengan jumlah rekening keseluruhan sebanyak 186.168.335 rekening.
“Ketimpangan dalam keuangan Jumlah rekening bank di Indonesia yang memiliki dana di atas Rp2 miliar sebanyak 226.948 rekening, nilai simpanan Rp2.609 triliun. Sementara jumlah rekening di bawah Rp2 miliar sebanyak 185.936.387 rekening dengan nilai tabungan sebesar Rp1.161 triliun per September 2016,” ungkapnya kepada Nusantaranews, Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Artinya, Salamuddin menjelaskan, kurang dari 1% pemilik rekening bank menguasai 66% tabungan di bank atau sebanyak lebih dari 99% pemilik rekening hanya menguasai 34% tabungan di bank. Sementara rata-rata nilai tabungan kurang dari 1% pemilik rekening yang menguasai 66% tabungan di bank adalah senilai Rp11,4 miliar setiap rekening. Sedangkan rata-rata nilai tabungan 99% pemilik rekening yang menguasai 34% tabungan di bank adalah senilai Rp7,3 juta setiap rekening.
“Data di atas menggambarkan adanya ketimpangan yang sangat besar dalam struktur penguasaan tabungan dalam bentuk Rupiah di Bank. Kurang dari 1% penduduk Indonesia menguasai hampir 2/3 kekayaan keuangan nasional. Sedangkan 99% penduduk hanya menguasai sisanya. Sementara dari jumlah penduduk sekitar 60 juta orang yang tercatat memiliki rekening di bank atau hanya seperempat dari jumlah penduduk Indonesia. Mereka yang tidak punya rekening patut diduga tidak memiliki kemampuan keuangan sama sekali untuk dapat berhubungan dengan sektor perbankan,” ujarnya.
Hal tersebut, lanjut Salamuddin, belum termasuk tabungan atau simpanan dalam mata uang asing (valas) yang notabenenya dimiliki oleh golongan atas seperti asing dan taipan. Selain itu, simpanan dalam instrumen surat berharga lainnya seperti Surat Utang Negara (SUN) yang sudah pasti dimiliki oleh pemodal besar.
“Sementara alokasi kredit perbankan dalam bentuk Rupiah dan valas juga memperlihatkan struktur ketimpangan yang sangat dalam. Dari total kredit dalam bentuk Rupiah dan valas yang dialokasikan oleh sektor perbankan senilai Rp4.224 triliun, sebanyak 81,58% dialokasikan bagi kegiatan usaha skala besar. Hanya senilai Rp781,90 triliun yang dialokasikan bagi usaha kecil menengah atau hanya 18,42% dari total kredit. Padahal usaha kecil menengah inilah yang selama ini memberikan kontribusi besar bagi perekonomian negara,” katanya.
Salamuddin menambahkan, usaha-usaha dalam bentuk besar hanya terkonsentrasi pada segelintir pihak asing dan para taipan. Kelompok usaha besar ini sangat haus pada pinjaman dan seringkali pinjaman mereka tidak didasarkan pada studi kelayakan yang baik. Akibatnya sangat rentan pada pengaruh krisis.
“Pada saat krisis, terjadi beban utang mereka dipindahkan kepada negara dan menjadi tanggung jawab seluruh rakyat,” ungkapnya. (DM)
Editor: Romandhon