NUSANTARANEWS.CO – Ulama terkemuka dari kalangan Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Muzadi meninggal dunia di kediamannya di Pondok Pesantren Al Hikam, Malang, Jawa Timur, Kamis (16/3/2017) pagi, sekitar pukul 06.15 WIB dan akan dimakamkan di Pondok Pesantren Al Hikam 2, Kel. Kukusan Rt. 06/01 Kec. Beji, Depok, Jawa Barat, hari ini. Kamis (16/3/2017) habis zuhur.
Almarhum KH Hasyim Muzadi adalah sosok yang dikenal luas baik pribadi maupun pemikirannya. Bahkan, bukan saja di tanah air, tetapi juga di dunia Islam sebagai pemimpin dan ulama yang moderat dan berpengaruh. Sosoknya yang santun dan bijaksana menyisakan banyak kenangan di masing-masing orang yang pernah menuinya. Baik secara langsung maupun sekedar bertemu secara imajiner memalui karya-karya pemikirannya.
Simak: Obituari: KH Hasyim Muzadi Wafat, Keluaga Besar PBB Berbelasungkawa
Seperti yang dialami oleh Fahmi Salim, Ketua MIUMI DKI Jakarta ini. Dirinya sangat bersyukur karena telah sempat dipertemukan secara langsung dengan tokoh besar Ulama NU itu. Berikut ini catatan haru-biru Fahmi Salim atas pertemuannya dengan KH. Hasyim Muzadi:
Alhamdulillah, salah satu karunia Allah ta’ala kepada saya dapat diperjumpakan dengan orang-orang shalih dan mushlih, orang baik dan peduli untuk kebaikan masyarakat luas.
Saat menjadi aktivis mahasiswa di Cairo tahun 2004-2007 saya dipertemukan dengan banyak tokoh muslim terkemuka seperti Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, Din Syamsuddin karena lingkungan pergaulan saya dengan persyarikatan Muhammadiyah cabang Istimewa di Mesir.
Selepas pulang ke tanah air pada akhir 2007, Allah ta’ala juga pertemukan saya dengan tokoh-tokoh besar dari lingkungan Nahdhatul Ulama, sebut saja KH. Ma’ruf Amin yang kini menjadi Ketua Umum MUI dan Rais ‘Amm PBNU. Saat itu pada medio tahun 2009 saya diperkenalkan kepada beliau di kantor MUI saat masih di kompleks Masjid Istiqlal oleh suami kakak sepupu saya yang aktivis NU yaitu Sri Mulyati Asrori, (mantan Ketua Umum Fatayat NU tahun 90-an). Waktu itu saya diminta bawakan oleh-oleh dari Mesir, yaitu risalah thesis master saya tentang Hermeneutika. Pak Kyai sangat antusias melihat thesis yang masih berbahasa Arab itu sambil menerangkan kepada saya bahaya liberalisme di Indonesia yang memakai instrumen Hermeneutika untuk mengotak-atik tafsir Qur’an yang sudah baku. Sambil menunjukkan hasil Rakernas MUI di Jakarta tahun 2008 tentang kriteria aliran sesat yaitu menafsirkan al-Qur’an tidak sesuai qawa’id dan dhawabit tafsir yang muktabar.
Setelah itu, pada tahun 2010 saya dipertemukan Allah ta’ala kepada tokoh yang baru saja kita semua kehilangan besar. Seingat saya 3 bulan setelah saya menikah, dan setelah thesis master diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit GIP tahun 2010, saya mendapat undangan mengisi seminar pembangunan menuju visi Musi Rawas Darussalam di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Saat itu bupati dijabat oleh Bapak Ridwan Mukti, saat ini ketua ICMI Sumsel. Diluar dugaan saya, ternyata saya mengisi seminar itu mendampingi tokoh kita KH. Ahmad Hasyim Muzadi, saat itu masih menjabat Ketua Umum PBNU. Masya Allah, gemetaran juga hati ini, anak kemarin sore harus bicara berdampingan dengan tokoh besar yang sudah malang melintang di tanah air dan ketua umum ormas besar di Indonesia. Sesaat sebelum menaiki tangga pesawat menuju Musi Rawas itulah saya menghadiahkan buku yang berjudul Kritik Terhadap Studi Al-Qur’an Kaum Liberal. Sontak, beliau sangat kegirangan. “Wah, Mas Fahmi, buku seperti ini yang sudah lama saya cari. Aku seneng banget ini”, itulah kata-kata yang teringat dalam memori saya.
Perjumpaan kedua dengan beliau, saat beliau menemani ulama besar dari Suriah Wahbah Zuhaili (alm.) saat diundang mengisi seminar di kampus Universitas Islam As-Syafi’iyah tahun 2011. Waktu saya diminta oleh Ibu Tutty Alawiyah sebagai moderator seminar tersebut. Lagi-lagi beliau sangat antusias menyapa dan diskusi ringan dengan saya di sela jamuan makan siang.
Silaturahim terus berlanjut. Di bulan Ramadhan tahun 2011, Pak Hasyim menelepon saya untuk bersedia ceramah mendampingi beliau bicara tentang mukjizat Qur’an, kaitannya dengan kaidah-kaidah tafsir. Saya diminta datang ke Pesantren Al-Hikam Depok. Di situlah pertama kali saya tampil di program tausiyah Damai Indonesiaku TVONE atas rekomendasi Pak Kyai.
Berikutnya, ketika Pak Kyai melakukan konsolidasi tokoh-tokoh NU se-Jawa, Madura dan Sumatera di Al-Hikam Depok pada Desember tahun 2014 saya diminta beliau mengisi sesi Tantangan Liberalisme Tafsir Qur’an di Indonesia.
Subhanallah… saya sangat mengagumi perhatian beliau yang besar untuk menjaga keutuhan NU, Bangsa dan Umat Islam Indonesia. Sampai pilpres terakhir, saat beliau di barisan Pak Jokowi-JK saya sempat telponan dan sms-an kepada beliau, sambil bercanda saya tanya beliau, “Kyai apa benar antum sudah mantap minta petunjuk Allah masuk ke gerbong tersebut?” beliau jawab begini, “Ini memang berat, tapi Mas Fahmi tolong doakan saya agar dapat menjaga kepentingan umat Islam dari dalam pemerintahan, ini bagian dari jihad saya.”
Baca: KH. Hasym Muzadi Meninggal Dunia, Berikut Prosesi Pemakamannya
Selamat jalan Pak Kyai..
Jasamu sangat besar bagi keutuhan NKRI, ukhuwah di kalangan Ahlussunnah, dan keutuhan NU yang Pak Kyai cintai.
Doa kami semua mengiringi kepulanganmu, semoga engkau dirahmati Allah di alam barzakh, menanti perjumpaan abadi dengan-Nya, bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam..
Satu pesan saya Pak Kyai, jika kelak menapakkan kaki di Surga-Nya, tolong cari hamba yang faqir yang penuh lumpur dosa ini, ajak kami bergerak menuju Jannah-Nya.
Inna lillahi wa inn ilayhi roji’un.
Ya Rabb ampunilah segala khilaf beliau, terimalah amal ibadahnya, lapangkan kuburnya dan tempatkan ia dalam jannah-Mu.
Editor: Sulaiman