NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Klaten, Sri Hartini, Rabu, (11/1/2017). Pemeriksaan ini merupakan yang perdana akan dijalani Sri Hartini dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan suap terkait promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten.
Berdasarkan agenda yang dirilis tim Biro Humas KPK, dia akan diperiksa sebagai saksi untuk Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Suramlan (SUL) yang telah menjadi tersangka.
Pantauan Nusantaranews dilokasi, Sri sudah tiba dimarkas KPK. Dengan mengenakan rompi berwarna orange, Sri bungkam seribu bahasa saat dicerca pertanyaan oleh awak media. Politikus PDIP itu lebih memilih melenggang menuju ruang pemeriksaan.
Juru Bicara (Jubir) KPK, Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Sri Hartini hari ini lebih untuk menggali adanya indikasi aliran dana dan alur peristiwa penerimaan dari sejumlah pihak. Mengingat uang yang disita KPK dalam kasus ini berniali fantastis yakni mencapai Rp 5,2 miliar. Dimana uang tersebut diperoleh Rp 2 miliar saat Operasi Tangkap Tangan (OTT), dan Rp 3,2 miliar saat penggeledahan.
“Tentu saja yang akan digali ada indikasi aliran dana dan alur peristiwa penerimaan dari sejumlah pihak, khususnya tersangka SUL (Suramlan),” ijar Febri saat dikonfirmasi, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, (11/1/2017).
Sebagai informasi, Sri tertangkap tangan bersama tujuh orang lainnya di penghujung tahun 2016. Dari delapan orang yang ditangkap, KPK hanya menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu Sri dan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Suramlan.
Sementara itu, enam orang lainnya dilepaskan usai diperiksa selama 1 x 24 jam. Keenam orang itu terdiri dari tiga pegawai negeri sipil, yaitu Nina Puspitarini, Bambang Teguh, dan Slamet, dan tiga swasta bernama Panca Wardhana, Sukarno, dan Sunarso.
Penyuapan tersebut berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan dalam pengisian perangkat daerah di Kabupaten Klaten.
Atas perbuatannya, Sri sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a), atau huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Suramlan ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap dan dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau huruf (b), Pasal 13 UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Nomor 20 tahun 2001 KUHP. (Restu)