NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan suap kepada pejabat Badan Kemanan Laut (Bakamla). Diduga, kasus suap dalam pengadaan satelit monitoring ini tidak hanya melibatkan Deputi Informasi dan Hukum Bakamla Eko Susilo Hadi, Direktur PT MEI (Merial Esa Indonesia) Fahmi Darmawansyah, serta dua karyawannya Muhammad Adami Okta, dan Hardy Stefanus.
Salah satu pihak yang perannya sedang didalami penyidik, yakni Politikus dari PDIP, Fahmi Habsyi. Fahmi dalam kasus ini diduga sebagai perantara suap antara pejabat Bakamla dengan Fahmi Darmawansyah.
“Benar bahwa penyidik mengindikasikan ada pihak-pihak tertentu sebagai perantara dalam perkara Bakamla itu,” kata Jubir KPK Febri Diansyah dalam Konferensi Pers, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat, (6/1/2017).
Lebih lanjut dia mengatakan, Fahmi sudah dua kali dijadwalkan untuk diperiksa oleh KPK yakni pada tanggal 3 Januari 2017 dan 5 Januari 2017. Selama pemeriksaan, Fahmi selalu memenuhi panggilan KPK. Ia berharap pemeriksaan terhadap Fahmi dapat membantu penyidik dalam memperoleh informasi.
“Kami terus dalami itu dan kami berharap ada informasi yang kuat yang terus bertambah sehingga perkara ini bisa dikembangkan lebih lanjut. Posisinya dalam pemanggilan Fahmi Habsyi datang terus sebagai saksi,” ucapnya.
Saat disinggung, bagaimana kedekatan Fahmi dengan pejabat-pejabat di Bakamla, termasuk informasi rincilainnya? Lagi-lagi mantan aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) menutup mulutnya rapat-rapat. Yang jelas lanjut dia, informasi yang diperoleh KPK soal kedekatan, pertemuan-pertemuan, pembicaraan-pembicaraan atau bentuk keterlibatan saksi-saksi sedang terus didalami KPK.
“Namun kedekatannya dalam hal apa, komunikasi terkait apa kita tidak bisa buka itu,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari OTT yang dilakukan KPK, pada Rabu, (14/12/2016) lalu. Dimana dalam OTT tersebut KPK berhasil menetapkan status penyelidikan ke tahap penyidikan seraya dengan penetapan empat orang tersangka.
Empat orang tersebut adalah Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut Eko Susilo Hadi, Direktur PT MEI (Merial Esa Indonesia) Fahmi Darmawansyah, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus yang merupakan pegawai PT MEI.
Akibat dari perbuatannya itu, ESH sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sedangkan HST, MAO dan FD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 99 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Restu)