NUSANTARANEWS.CO – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis laporan akhir tahun terkait kasus-kasus perlindungan anak yang ditangani selama 2016. Dari kasus pengaduan yang masuk, KPAI mendapatkan fakta terjadinya peningkatan ibu sebagai pelaku kekerasan terhadap anak.
Sepanjang 2016, ada 702 kasus dalam bidang keluarga dan pengasuhan alternatif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 55 persen kasus menunjukkan ibu sebagai pelaku yang diadukan. Kasusnya terkait dengan menghalangi akses bertemu, pengabaikan hak pengasuhan, penelantaran, hingga kekerasan dan eksploitasi.
“Ini menjadi kado yang kurang indah di hari Ibu yang diperingati setiap 22 Desember. Kita berharap ada peningkatan kesadaran akan tanggung jawab orang tua dalam pengasuhan anak,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh saat menyampaikan ekspose akhir tahun 2016 dalam keterangan resminya, Kamis (22/12/2016).
Menurut Niam, beberapa faktor yang menyebabkan ibu sebagai pelaku kekerasan anak adalah karena konflik rumah tangga, perceraian dan rebutan hak asuh. Faktor-faktor ini kemudian memicu ibu melakukan pelanggaran hak anak, hingga melakukan tindak kekerasan terhadap buah hati mereka, yang kemudian berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak.
“KPAI mendesak semua pihak benar-benar memahami arti penting perlindungan anak, termasuk orang tua yang tidak boleh mengabaikan hak-hak anak, meski mereka sudah bercerai,” ucap Niam.
Niam memaparkan, pola asuh yang buruk di dalam keluarga, membuat anak rentan menjadi pelaku atau korban di kemudian hari. Selain itu, lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak disebabkan keluarga yang berantakan (broken home).
“Dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk memperhatikan pengasuhan anak agar tidak lahir generasi yang lemah dikemudian hari,” kata Niam.
Maka dari itu, KPAI merekemondasikan penguatan ketahanan keluarga, salah satunya dengan keseriusan dalam revitalisi pendidikan pranikah. “Selama ini pranatanya sudah ada, yaitu kursus calon pengantin atau suscatin. Akan tetapi sangat tidak berdaya. Kemenag, Kemendikbud dan Kemendagri harus serius memprioritaskan penguatan ketahanan keluarga melalui revitalisi pendidikan pranikah”, tutur dia. (Andika)