NUSANTARANEWS.CO – Jelang persidangan kasus penistaan agama gubernur non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada 13 Desember 2016 besok, Ketua Progres 98, Faizal Assegaf mengingatkan kepada hakim agar tidak bertindak gegabah dan nekat untuk membuat keputusan yang kelak dapat berakibat fatal dan mencederai nurani publik.
Terlebih ungkap Faizal, pro-kontra yang berkembang dalam kasus penistaan agama telah menyeret rakyat dalam situasi psikososial-politik yang sangat krusial dan mengkhawatirkan.
Oleh sebab itu menurutnya, hakim perlu mendalami secara utuh dan jernih kasus Ahok dari segala demensi. Termasuk mempertimbangkan aspek situasional terkait tuntutan dari jutaan umat Islam agar oknum penista agama dipenjarakan. Suara aspirasi itu tidak bisa diabaikan begitu saja.
“Benar, aspirasi di luar pengadilan tidak dapat mempengaruhi keputusan hukum. Tapi putusan pengadilan tidak bisa serta-merta menafikan realitas. Dimana umat Islam telah menyimpulkan bahwa Ahok terbukti melakukan penistaan terhadap kesucian al-Qur’an,” ujar Faizal Assegaf, di Jakarta, Senin (12/12/2016).
Bagi Faizal, pandangan umat Islam merujuk pada fakta yang diperkuat oleh surat edaran MUI serta dikukuhkan melalui gerakan aksi super damai, mendesak untuk segera memenjarakan Ahok. Tuntutan tersebut secara tersirat, merupakan sebuah konsensus yang mengikat rasa solidaritas jutaan rakyat dan dianggap final.
“Bahkan Presiden Joko Widodo dan sejumlah petinggi negara terpanggil secara moral dan ikut melebur bersama jutaan pendemo yang menuntut Ahok harus dan wajib dipenjarakan,” ungkapnya.
Keterlibatan Presiden, suka atau tidak, secara politis mengirim pesan spesial kepada publik. Bahwa negara sepenuhnya berpihak pada tuntutan rakyat dalam memerangi kejahatan oknum penista agama. Pesan itu jelas menunjuk pada oknum tersangka yang selama ini digembar-gemborkan dekat dengan Istana. (emka/red-01)