NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Laksamana Keumalahayati yang lebih dikenal sebagai Laksamana Malahayati memiliki banyak peran penting di dalam lingkungan Istana Darud Donya Kesultanan Aceh Darussalam.
Laksamana Malahayati, putri dari Laksamana Mahmud Syah tercatat lahir pada 1550 M. Di masa mudanya dia belajar di Ma’had Askery Baital Maqdis atau Sekolah Perang calon perwira militer yang didirikan oleh para perwira Turki Utsmani. Di sanalah putri kesayangan Laksamana Mahmud Syah mulai membangun karir di dunia militer dan membuktikan kemampuannya dengan mengalahkan Portugis di Malaka.
Pada masa Sultan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Al Mukammil (1589-1604 M), Laksamana Malahayati menjadi Panglima Kaway Istana Darud Donya Aceh yang kemudian diangkat menjadi Laksamana Wanita Pertama di Aceh dan di dunia – memimpin armada lebih dari 100 kapal perang yang berpusat di Kuta Inong Balee Krueng Raya. Armada dan pasukan Laksamana Malahayati adalah pasukan yang paling ditakuti oleh kaum imperialis.
Menurut Cut Putri, sejarah dunia mencatat bahwa hanya negara Aceh lah yang berhasil membunuh 7 Jenderal besar Belanda dan mempermalukan Belanda di mata dunia.
“Laksamana Malahayati juga berhasil membunuh Jenderal Cornelis De Houtman yang membuat Belanda saat itu sangat terpukul dan malu di mata dunia,” terang Cut Putri.
Peristiwa itu berawal ketika Cornelis De Houtman membunuh Syahbandar Aceh yang tengah melakukan muhibah ke kapal Belanda. Laksamana Malahayati yang marah lalu mengerahkan pasukannya menyerbu kapal Belanda yang tengah berlabuh.
Malahayati kemudian memimpin pasukan Inong Balee menyerbu kapal perang Belanda pada 11 September 1599.
Cornelis de Houtman kemudian tewas di tangan Laksamana Malahayati di atas geladak kapal perang Belanda dalam duel satu lawan satu dan bahkan berhasil menawan adik Cornelis De Houtman. Frederick De Houtman bersama seluruh awak kapal Belanda.
Prints Maurits yang tertawan kemudian memohon kelas kasihan pada Sultan Aceh yang akhirnya dikabulkan dan mendapat pengampunan sehingga orang Belanda yang tertawan pun dibebaskan.
Aceh dan Belanda akhirnya menjalin hubungan diplomatik dengan baik dan utusan Aceh datang ke Belanda.
Ketika Belanda berhasil memerdekakan diri dari Spanyol setelah Perang Delapan Puluh Tahun (1568-1648), Aceh adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Belanda. (MG/Red)
Kontributor/Pewarta: Mawardi Usman Peusaba Aceh.