NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Penolakan terhadap dimasukkannya tembakau dalam RancanganUndang-Undang (RUU) Kesehatan di Pasal 154 dan Pasal 155 sebagai tanaman ilegal terus menggelinding “Dalam pasal itu, tembakau termasuk zat adiktif dan psikotropika, ini yang menjadi keberatan para petani tembakau. Jelas sekali bisa dikata petani tembakau berarti pembudidaya tanaman ilegal,” tegas anggota komisi B DPRD Jawa Timur Agusdono Wibawanto, senin (12/6).
Politisi Demokrat ini mengatakan apabila RUU Kesehatan itu disahkan, petani tembakau selama ini dianggap menanam tanaman ilegal. Pria asal Malang ini meminta pemerintah untuk melindungi petani tembakau agar roda perekonomian di daerah tetap bergerak. “Kami meyakini, penyusunan bab zat adiktif pada RUU Kesehatan tidak dikaji secara mendalam dan tidak memperhatikan kepentingan seluruh pemangku kepentingan, khususnya IHT (Industri Hasil Tembakau),” ucap pria bergelar doktor ini.
Agusdono mengaku kekhawatirannya terkait RUU Kesehatan tersebut karena akan memengaruhi komoditas tembakau di Indonesia. “Dalam Pasal 154-158, berpotensi mematikan IHT,” jelasnya.
industri tembakau,lanjut Agusdono telah menjadi bagian integral dari sejarah dan kebudayaan Indonesia selama lebih dari seratus tahun. Tidak hanya,sambungnya dari sisi penerimaan negara tetapi juga berdampak positif lantaran menjadi salah satu penyedia lapangan pekerjaan terbesar di Indonesia.
Agusdono mengatakan kontribusi tembakau kepada perekonomian negara terbilang signifikan. Setidaknya, kata dia, nilainya sudah lebih dari Rp 200 triliun pada 2022 melalui cukai rokok saja. Angka tersebut diharapkan akan terus naik.“Itu cukainya dan diharapkan naik terus itu, sedangkan pekerja yang terlibat dalam industri rokok itu 6 juta orang, baik langsung maupun tidak langsung. Jadi posisi tembakau sangat berbeda. Sumbangsihnya kepada negara sangat besar,” jelas dia.
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) bersama Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) meminta Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan Komisi IX DPR RI agar aturan pertembakauan dalam RUU Kesehatan dapat ditinjau ulang, sehingga tidak mendiskriminasi Industri Hasil Tembakau (IHT).
“Kami menyampaikan langsung kepada Bapak Ketua Panja untuk berkenan mempertimbangkan sejumlah masukan industri terhadap beberapa pasal yang dinilai tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan rawan konflik kepentingan. Hingga saat ini, belum ada alternatif industri yang dapat menyerap tenaga kerja sebesar ini,” kata Ketua Gaprindo Benny Wachjudi.
Benny menambahkan tidak ada justifikasi hukum yang kuat pada RUU untuk mengkategorisasikan hasil tembakau, dalam hal ini rokok, dengan narkotika dan psikotropika. Lalu, di pasal tembakau tersebut, Kementerian Kesehatan akan memiliki kewenangan dalam mengatur standarisasi kemasan produk tembakau yang dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarkementerian dan disharmonisasi. (setya)