NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Permintaan untuk Yuan Tiongkok meningkat karena semakin banyak negara memilih untuk tidak menggunakan Dolar AS. CEO Sberbank Rusia, German Gref, mengatakan bahwa permintaan untuk Yuan Cina meningkat di dalam negeri. Dia lebih lanjut menambahkan bahwa bank kadang-kadang menggunakan swap mata uang bank sentral untuk menyediakan likuiditas dalam yuan.
Meskipun Dolar AS adalah mata uang utama untuk perdagangan dengan Rusia, Yuan Cina telah menjadi sorotan setelah sanksi diberlakukan karena menyerang Ukraina. Sanksi Barat telah secara signifikan mengurangi kemampuan Rusia untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Gref mengatakan bahwa Sberbank telah meminjam Yuan dari bank sentral Rusia di masa lalu. Selain itu, dia menyatakan bahwa bank terus menaikkan suku bunga deposito yuan.
CEO Sberbank lebih lanjut menyatakan bahwa pemegang saham menyetujui keputusan dewan untuk membayar dividen sebesar 565 miliar rubel ($ 6,94 miliar) pada rapat umum tahunan bank pada hari Jumat. Namun, setengah dari dana tersebut akan disetorkan kepada negara sebagai pemegang saham pengendali, tambahnya. Sedangkan separuh lainnya akan diberikan kepada lebih dari 1,5 juta orang yang merupakan pemegang saham swasta.
Menurut Gref, persentase modal nonresiden di bank tersebut turun menjadi sekitar sepertiga. Dia menyatakan itu terdiri dari sekitar 5% dari penerimaan penyimpanan yang tidak dapat dikonversi tetapi tidak menyebutkan negaranya. Pemerintah bermaksud untuk menerapkan pajak rejeki tak terduga satu kali untuk membantu menutup defisit anggaran yang meningkat, dan Sberbank akan membayar sebagian dari keuntungannya untuk upaya ini. Gref meramalkan bahwa bank akan menggunakan pilihan pembayaran awal untuk mengirimkan sekitar 10 miliar rubel ke anggaran.
Apakah permintaan Rusia untuk Yuan merupakan ancaman terhadap Dolar AS?
Rusia menghadapi sanksi berat dari negara-negara Barat yang membuat negara itu hampir tidak mungkin berdagang dengan Dolar. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Rusia memutuskan untuk menggunakan Yuan Cina sebagai mata uang untuk perdagangan.
Meskipun permintaan Yuan meningkat dalam skala global, Dolar AS masih dominan. Dolar AS masih menyumbang 88% dari semua transaksi internasional, jauh di atas Yuan Cina, sebesar 7%. (*)
Sumber: watcher.guru (InfoBrics)