NUSANTARANEWS.CO – Direktur Center for Energy Policy, Kholid Syerazi mengatakan, kunci utama untuk dapat menurunkan harga gas yaitu perbaikan tata kelola secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga ke hilir, karena tanpa pembenahan tersebut harga gas akan tetap mahal.
“Perbaikan tata kelola hulu-hilir mutlak harus dilakukan. Itu kata kunci secara keseluruhan dalam upaya menurunkan harga gas,” kata Kholid di Jakarta, Senin (10/10).
Menurut Kholid, kondisi sektor migas saat ini memang parsial yang antara lain terlihat ketika pemerintah berusaha membenahi regulasi, maka tidak dilakukan dengan perubahan peraturan perundang-undangan di atasnya.
“Semisal, ketika pemerintah ingin merevisi PP Nomor 79 tahun 2010, itu kan parsial. Sebab, Pasal 31 UU Migas sendiri belum diubah,” ungkap Kholid.
Tanpa perbaikan tata kelola menyeluruh dari hulu hingga hilir, Kholid pesimistis penurunan harga bisa tercapai. Kholid mencontohkan, di salah satu negara bagian di Amerika Serikat, dalam kondisi infrastruktur tidak matang, maka harga energi justru tinggi sekali meski dilakukan open access. Sebab, kata dia, dalam kondisi demikian, maka sumber energi primernya juga sudah mahal.
Kholid mengatakan, jika pemerintah berniat menurunkan harga gas, maka harus disertai dengan pembentukan segera holding BUMN Migas. Sebagai upaya memperbaiki tata kelola, lanjut Kholid, holding BUMN Migas bisa menekan inefisiensi harga yang selama ini membuat harga gas menjadi sangat tinggi.
“Jadi, holding BUMN adalah satu kesatuan dengan rencana penurunan harga gas. Menjadi pertanyaan besar, mengapa rencana itu tidak segera terwujud,” ucapnya.
Melalui perbaikan tata kelola maka hampir sebagian besar komponen harga bisa ditekan. Antara lain, biaya transportasi yang selama ini bisa mencapai 40% dari total biaya gas. Selama ini, kata Kholid, yang membuat struktur harga gas berlapis karena minimnya infrastruktur transportasi. Dan minimnya infrastruktur transportasi itu diperparah karena adanya kompetisi antara Pertagas dan PGN.
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Perpipaan Migas (IAP Migas), Hendra Jaya mengatakan, penurunan harga gas memang bisa dilakukan pada berbagai komponen, dari hulu, transmisi, distribusi, serta marjin dan pajak.
Pada sisi hulu, misalnya, penurunan bisa dilakukan dengan mengurangi porsi pemerintah dalam konteks bagi hasil dengan KKKS. Selain itu, juga dengan penetapan harga yang tidak semata-mata dari keekonomian lapangan, namun dikaitkan dengan harga minyak/produk.
Untuk sisi transmisi, lanjut Hendra, penurunan harga bisa dilakukan melalui optimalisasi pipa pada open access, jika berdekatan dengan wilayah distribusi. Selain itu, juga melalui pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pada wilayah terpencil (remote area). Sedangkan pada sisi distribusi, penurunan bisa dilakukan melalui optimalisasi pipa distribusi untuk dapat dimanfaatkan oleh pihak lain serta pengetatan izin untuk LDC dengan persyaratan tertentu.
“Banyaknya pipa gas yang masih tumpang tindih akan menyebabkan pembengkakan anggaran belanja modal. Akan ada penghematan yang signifikan bila penggunaan pipa dalam pendistribusian gas itu digunakan bersama, karena capex-nya tidak ada,” imbuhnya.
Untuk sisi pajak dan marjin, komponen yang bisa dipergunakan untuk penurunan harga gas, adalah dengan memberikan insentif pajak bagi badan usaha, mengurangi iuran BPH Migas untuk pipa oen access, serta dengan pembatasan marjin niaga gas.
“Di antara berbagai komponen tersebut, yang cukup besar kontribusinya adalah terkait penggunaan pipa bersama. Dan, kalau dari setiap komponen tadi bisa kita dalami supaya terjangkau, maka akan potensial untuk penurunan harga gas,” jelas Hendra. (Yudi/ant)