NUSANTARANEWS.CO – Dalam rangka peringatan G30S/PKI ke 51, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (PP IPNU), Asep Irfan Mujahid mengungkapkan, pihaknya setuju dengan agenda rekonsiliasi yang telah dilakukan sejak setahun silam. Kesepakatan PP IPNU dikemukakan dengan satu catatan, yakni selama rekonsiliasi itu bertujuan untuk kemaslahatan dan persatuan bangsa.
“Tapi rekonsiliasi pasti bakal gagal kalau masing-masing pihak masih mengingat memori kolektif di masa lalu, apalagi mengungkitnya dan memojokkan salah satu pihak,” jelas Irfan kepada Nusantaranews, Kamis (29/9) malam.
Menurut Irfan Upaya rekonsiliasi terhadap peristiwa G30S/PKI, penting untuk dikaji bersama. Sebab sejatinya, rekonsiliasi dalam bentuk lain sudah terjadi di beberapa daerah.
“Sebagai sebuah bangsa, kita tidak mengharapkan peristiwa kelam di masa lalu terjadi lagi. Maka upaya rekonsiliasi dengan tuntutan pemerintah meminta maaf dan bayar ganti rugi, saya kira hanya akan menimbulkan persoalan baru yang membuat kita semakin terpecah belah,” cetusnya.
Baca: G30S/PKI, HMI: Cukup Diingat, Tidak Perlu Diungkit-ungkit
Sebagai pimpinan organisasi kepemudaan, Irfan menegaskan bahwa sejarah 30 September adalah luka yang tak dapat dilupakan. Dimana peristiwa gerakan makar oleh PKI itu tidak bisa hanya dilihat dalam kurun waktu dalam tahun 1965.
“Tapi juga peristiwa Madiun dan Magetan. Sudah jadi fakta sejarah, kaum pesantren, kiayi dan kalangan nahdliyin menjadi korban kebiadaban PKI. Sangat susah tentunya melupakan peristiwa tersebut, meski kita sudah memaafkan,” ungkap Irfan mengenang.
Terkait dengan adanya gerakan PKI baru di balik agenda rekonsiliasi yang mereka perjuangkan, Irfan melihat ada kecenderungan akan lahirnya geraka PKI dalam bentuk lain. Sebab sudah jelas bahwa peristiwa G30S merupakan gerakan makar oleh PKI terhadap negara.
“Sejauh ini saya melihat ketika mereka (kader PKI baru, red) berkumpul, mengkoordinir diri untuk sama-sama menyuarakan rekonsiliasi dan menuntut permohonan maaf, tentu bakal menemukan interest yang sama, yang lambat laun bisa saja melakukan gerakan-gerakan dengan strategi yang lebih soft. Sekali lagi, kalau mau rekonsiliasi, lepaskan dan ikhlaskan memori kolektif masa lalu, ucapnya tegas.
Sekali lagi, Irfan menegaskan bahwa peristiwa G30S adalah gerakan makar. Karenya tidak bisa hanya melihat peristiwa 1965 saja. “Tapi rangkaian peristiwa sebelumnya juga tak terpisahkan dari aksi-aksi PKI dalam perjalanan sejarah bangsa ini, terlepas siapapun pimpinannya saat itu,” tandasnya. (Sulaiman)