NUSANTARANEWS.CO – Mencermati merger organ-organ teroris di Idlib. Kelompok-kelompok teroris dan pemberontak misterius yang berpusat di Idlib dilaporkan tengah sibuk melakukan reorganisasi di bawah perlindungan Turki. Unit-unit teroris yang berafiliasi dengan Al-Qaeda tersebut akan membentuk “holding” komando teroris untuk menghilangkan aroma busuk Al-Qaeda yang sudah terkenal.
Merger kelompok-kelompok teroris bentukan Amerika Serikat (AS), NATO dan sekutunya tersebut akan memakai nama baru yang diharapkan dapat diterima oleh kalangan dunia internasional sebagai kelompok “teroris moderat” yang berpusat di Idlib.
Turki berharap dengan menghilangkan nama Al-Qaeda melalui merger, dapat menjadi dalih formal untuk melindungi unit-unit teroris global dengan persenjataan berat modern tersebut.
Ankara akan mengklaim bahwa tidak ada “teroris” di Idlib setelah dicapai gencatan senjata dengan Rusia dan Iran – di mana dalam perjanjian ini menegaskan tidak termasuk organisasi-organisasi teroris yang berafiliasi dengan Al-Qeda yang menguasai 90% wilayah Idlib.
Turki tampaknya sedang “mengakali” pasal perjanjian mengenai memisahkan antara “pemberontak misterius” dengan “teroris” melalui merger. Dengan demikian Presiden Erdogan nantinya dapat menyebut mereka sebagai kelompok “oposisi moderat”.
Jauh sebelum merger ini, organ-organ teroris Al-Qaeda sebetulnya sudah lama menyamarkan diri dalam berbagai konflik regional. Misalnya, Hayat Tahrir al-Sham, dulu dikenal sebagai Jabhat Fateh al-Sham dan Jabhat al-Nusra. Mereka menyamarkan diri agar dianggap sebagai bagian dari kelompok oposisi moderat dalam upaya menumbangkan Presiden Bashar Al-Assad yang terpilih secara demokratis. Meski telah melakukan merger, tetap saja teroris namanya.
Kementerian Pertahanan Rusia dengan tegas menuding bahwa Turki telah menanamkan pasukan bersenjatanya ke dalam kelompok-kelompok teroris hingga setingkat Divisi – dengan memanfaatkan pos-pos pengamatannya di bawah kesepakatan Sochi 2018, tuding kemhan Rusia dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.
Diberitakan, organ-organ teroris Al-Qaeda yang tadinya menguasai 70 persen wilayah Suriah, telah mengalami kekalahan beruntun hingga terpojok di Idlib – yang memang menjadi pusat komando utama mereka. Kemenangan pasukan pemerintah Suriah, memang tidak terlepas dari bantuan Rusia, Iran, dan Hizbullah – terutama berkat serangan jet-jet tempur Angkatan Udara Rusia yang membombardir pasukan teroris dan pemberontak misterius untuk mendukung operasi militer Presiden Assad dalam membersihkan teroris dari negaranya.
Sejak akhir tahun 2015, serangan Angkatan Udara Rusia telah menghancurkan lebih dari 900 kamp pelatihan dan sejumlah besar persenjataan berat modern teroris bentukan AS-NATO, dan sekutunya tersebut. (Agus Setiawan)