Opini

Menolak Deislamisasi Perjuangan Bangsa, Tak Perlu Sembunyi di Balik Nama Besar Sang Bapak

Sukmawati Soekarnoputri.
Sukmawati Soekarnoputri. (Foto: Istimewa)

Menolak Deislamisasi Perjuangan Bangsa, Tak Perlu Sembunyi di Balik Nama Besar Sang Bapak. Dalam sebuah pidato dalam diskusi bertajuk Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Perangi Terorisme, Sukmawati Soekarnoputri membandingkan antara Nabi Muhammad Saw dan Sukarno. Menurutnya, Sukarno itu lebih berjasa terhadap berjasa dalam kemerdekaan Indonesia dibandingkan Nabi Muhammad Saw. Diskusi ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, 10 November 2019 lalu.

Menilik pernyataan Sukmawati tersebut, secara eksplisit merupakan bagian dari upaya deislamisasi perjuangan bangsa. Alasannya, yang disasar merupakan bagian hal-hal yang fundamental dalam Islam. Sosok Nabi Muhammad Saw adalah sosok sentral sebagai pembawa ajaran Islam.

Deislamisasi perjuangan bangsa bermakna meniadakan peran Islam dalam kontribusinya terhadap kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian terdapat legalitas baru untuk terus memasarkan gorengan radikalisme yang sudah basi di tengah masyarakat.

Menurut hemat penulis, pernyataan Sukmawati tersebut harus dikritisi dengan detail. Alasannya di dalamnya terdapat racun yang membahayakan bagi kebangkitan umat Islam, yang sejatinya menjadi kebangkitan bangsa Indonesia.

Pertama, pembandingan dari aspek waktu yang berbeda, tentunya adalah pembandingan yang tidak adil. Justru hanya menunjukkan kedangkalan berpikir.

Baca juga: KSHUMI: Ibu Sukmawati Melakukan Tindak Pidana Penodaan Agama

Baca juga: Sukmawati Mengadu-domba Anak Bangsa

Baca juga: Laporan di Polda Dicabut, PWNU Jatim Minta Sukmawati Istighfar dan Tobat

Kemerdekaan Indonesia yang diraih di awal-awal abad ke-20 dijadikan sebagai tolak ukur. Tentu saja Sukarno yang hidup di awal abad 20 itu yang ikut merasakan langsung dalam usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia. Sedangkan Nabi Muhammad SAW itu masa hidup beliau adalah sekitar abad ke-7 masehi. Tentu saja kiprahnya secara langsung juga berada di rentangan abad ke -7 M di masyarakat Arab waktu itu.

Baca Juga:  Politik Identitas dan Regenerasi pada Pilkada Serentak 2024

Untuk lebih mempertegas absurdnya perbandingan ala Sukmawati ini, mari ditanyakan padanya, Sekarang di abad 21 ini, siapa yang berjasa terhadap kemajuan teknologi Indonesia, Habibie atau Sukarno?

Terakhir yang patut ditanyakan, apa jasa anda sendiri di abad 21 ini bagi Indonesia? Apakah jasanya berupa penistaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad Saw? Tidak perlu bersembunyi di balik nama besar sang bapak.

Kedua, perbandingan yang adil adalah dari segi pengaruh tokoh tersebut. Di sinilah Michael Hart di dalam bukunya, menempatkan Nabi Muhammad Saw di urutan pertama dari 100 tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Michael Hart mengumpulkan 100 tokoh dunia dari kurun waktu yang berbeda-beda, lantas ia mengkajinya dari aspek pengaruh ajaran dan jejak rekam kehidupannya.

Pengaruh Nabi Muhammad Saw yang membawa risalah Islam terhadap manusia di seluruh penjuru dunia pada setiap waktu dan generasi manusia hingga datangnya hari kiamat.Bahkan pengaruh Nabi Saw dari dunia hingga ke akherat. Pengaruh beliau saw di semua aspek kehidupan manusia baik di bidang politik, pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, peradilan, dan pertahanan keamanan. Tidak ada satu tokoh dunia pun yang pengaruhnya sedemikian besarnya bagi kehidupan manusia. Maka sudah seharusnya seorang muslim untuk menghormati, memuliakan dan meneladani Nabi Muhammad Saw.

Baca Juga:  Ketegangan Geopolitik dan Potensi Terjadinya Perang Nuklir

Sekarang mari kita lihat jaminan Allah SWT akan diri Nabi Muhammad Saw dan perjuangannya mengemban risalah Islam ini. AllohSWT berfirman bahwa tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (Al Anbiya ayat 107).

Jadi rohmat di sini dilihat dari 2 aspek, yakni diri Nabi Muhammad Saw sendiri dan risalah yang dibawanya. Dari aspek diri beliau sendiri adalah jaminan keselamatan bagi umatnya. Allah SWT menyatakan tidaklah Alloh sekali-kali menurunkan siksa sementara kau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka.

Adapun dari risalah Islam yang dibawanya. AllahSWTmenyatakan bahwa tidaklah sekali kali Alloh mengadzab mereka, sementara mereka beristighfar.

Istighfar itu bermakna meninggalkan maksiat dan melaksanakan ketaatan. Hal ini bisa kita pahami dari Ar Ruum 41.

Penjajahan jelas dilarang di dalam Islam. Maka umat Islam harus melawan guna terbebas dari penjajahan. Di sinilah jihad memegang peranan dalam perjuangan bangsa Indonesia. Sedangkan jihad sendiri notabene-nya adalah ajaran Nabi Muhammad Saw.

Menolak Lupa

Kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran Islam dan umat Islam. Sejak awal penjajah Portugis datang di Selat Malaka tahun 1511 M, yang melawan mereka adalah Kesultanan Demak melalui Dipati Unus dengan para mujahidnya. Begitulah silih berganti umat Islam di bawah komando Kesultanan Islam melawan penjajah dari manapun datangnya.

Baca Juga:  Artileri Berat Korea Utara Dalam Dinas Rusia Dikonfirmasi

Peran Islam dan umatnya inipun diabadikan di dalam teks pembukaan UUD 1945 alinea kedua dengan menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa bisa diraih atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.

Bahkan peran Islam dan umatnya inipun diuji kembali pada perang 10 November 1945. Dengan pekik takbir, Bung Tomo dan resolusi Jihad KH Hasyim Asyarie, para pemuda Surabaya dan sekitarnya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dan hari ini, umat Islam terus berjuang agar Indonesia ini bisa terbebas dari berbagai bentuk penjajahan gaya baru, demi mewujudkan negeri yang sejahtera dalam naungan ridho Allah SWT.

Demikianlah besar dan abadinya pengaruh perjuangan Nabi Muhammad Saw yang membawa risalah Islam ke seluruh manusia. Sukarno sendiri pun harus mengakui bahwa Nabi Muhammad Saw adalah pemimpin terbesar dunia.

Walhasil, tulisan ini merupakan bentuk kemarahan penulis atas penghinaan kepada Nabi Muhammad Saw dan pembelaan kepada beliau. Yang terakhir ada satu ungkapan Al Imam Asy-Syafiiy bahwa barangsiapa yang dibuat marah tapi ia tidak marah, maka ia adalah seekor keledai.

Penulis: Ainul Mizan, guru tinggal di Malang

 

 

 

Catatan redaksi: Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis seperti yang tertera dan tidak mewakili gagasan redaksi nusantaranews.co

Related Posts

1 of 3,051