Mancanegara

Mulusnya Kudeta di Bolivia Berkat Disinformasi Media

Mulusnya Kudeta di Bolivia Berkat Disinformasi Media
Mulusnya Kudeta di Bolivia Berkat Disinformasi Media. AS memainkan peranan penting dalam kudeta di Bolivia terhadap Presiden Evo Morales yang terpilih secara demokratis terutama dengan dukungan perwira militernya yang merupakan didikan Amerika./thegrayzone.com

NUSANTARANEWS.CO – Mulusnya kudeta di Bolivia berkat disinformasi media. Pada hari Minggu panglima militer Bolivia Jenderal William Kaliman mengeluarkan pernyataan untuk merespons situasi yang sedang memanas, di mana para para pejabat militer menyarankan agar Morales mundur. Tak lama setelah keluarnya pernyataan militer itu, Morales menyatakan dirinya dipaksa mundur oleh kudeta yang dilakukan oposisi.

Padahal hasil pemilu menunjukkan bahwa Morales memang menang tipis terhadap pesaingnya Carlos Mesa. Namun kemenangan Morales tersebut disambut dengan aksi protes turun ke jalan bak “revolusi warna” yang di sering disutradarai oleh CIA.

Media mainstream langsung mengulas dan meragukan hasil pemilu di negara Amerika Latin itu berlangsung tidak adil karena pihak KPU dianggap cenderung mendukung Morales.

AS hapal betul tentang pentingnya permainan disinformasi ini. Karena tanpa dukungan propaganda sangat sulit untuk memanipulasi pikiran publik. Disinilah peran media beroperasi sebagai penjaga gerbang, memperbanyak narasi resmi, menekan kebenaran agar tidak diketahui oleh semua orang.

Tanpa dukungan media, kudeta yang direncanakan oleh AS di Bolivia tidak akan berjalan mulus. Media memiliki porsi besar untuk mebalikkan semua fakta kebenaran sehingga dengan disinformasi berita yang terus menerus, Washington dapat mengontrol realitas publik sesuai dengan keinginan mereka.

Baca Juga:  Pasukan Prancis Berlatih untuk Berperang dengan Rusia di Rumania

Bayangkan, apa bukan kudeta namanya bila panglima militer Bolivia Jenderal William Kaliman muncul di televisi menuntut pengunduran diri dan penangkapan terhadap seorang kepala negara sipil yang terpilih secara demokratis?

Media mainstream tidak menulis itu sebagai sebuah kudeta. Tidak ada framing tentang kudeta di Bolivia. Media telah menyembunyikan fakta sesungguhnya bahwa telah terjadi kudeta terhadap Morales.

Publik hanya disuguhi oleh laporan demostrasi secara eksklusif sebagai propaganda. Misalnya New York Times melaporkan, “Rakyat yang marah”, marah tentang “penipuan pemilu”. Sementara proses pemilu Bolivia yang sesungguhnya berjalan bebas, adil dan terbuka, dan Evo Morales terpilih dan dipilih kembali untuk empat kalinya ditenggelamkan sedalam-dalamnya.

Demikian pula Fox News yang mengabaikan pemerintahan demokratis Bolivia yang menyebut pemerintahan Morales adalah pemerintahan “kediktatoran penuh”. Dasar sontoloyo.

Contoh di atas menunjukkan bahwa media mainstream barat dengan terang-terangan memanipulasi berita yang sebenarnya, membalikkan fakta yang ada menjadi sebuah kebenaran yang harus diterima oleh publik. Media masa telah berkomplot untuk menjatuhkannya dengan tuduhan yang tidak benar sesuai dengan keinginan Washington.

Baca Juga:  Pengerahan Sistem Pertahanan THAAD di Israel Picu Eskalasi di Kawasan Regional

CNN bahkan dengan lantang menyoroti kebohongan pemilu di Bolivia. Jelas itu adalah berita kebohongan besar yang dilakukan oleh stasiun TV global tentang pemilu yang jujur, bebas, dan adil di Bolivia. Bahkan CBS News dengan seenaknya mengatakan bahwa Morales mengundurkan diri karena “penipuan dan protes pemilu.”

Media seharusnya menceritakan bagaimana Morales yang terpilih secara demokratis dan memerintah dengan demokratis harus digulingkan oleh kepentingan Washington dan sekutunya.

Media juga tidak menceritakan Jenderal Carlos Orellana Centellas yang menggantikan Williams Kaliman sebagai kepala militer Bolivia, dan pejabat-pejabat penting lainnya bahwa mereka berada dalam rantai komando yang dilatih di Fort Benning, Amerika.

Pada hari Rabu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengeluarkan pernyataan dukungan untuk presiden hasil kudeta Bolivia senator Jeanine Anez. Tanpa malu-malu Pompeo mengatakan, Presiden Trump memuji (dia) karena telah melangkah maju … untuk memimpin bangsanya melalui transisi yang demokratis,” kata Pompeo.

Seperti diketahui, selang beberapa hari setelah Evo Morales mengundurkan diri sebagai presiden Bolivia, senator Jeanine Anez mengangkat dirinya sebagai presiden. Anez mengklaim tindakannya itu tidak bertentangan dengan konstitusi, dalihnya tidak boleh ada vakum of power setelah Presiden dan wakilnya mengundurkan diri.

Baca Juga:  President Macron to Moroccan Parliament: His Majesty the King Embodies 'Continuity of One of World's Oldest Dynasties, One of Facets of Modernity'

Anez adalah seorang politisi dari partai Gerakan Sosial Demokrasi, partai oposisi di pemerintahan Morales. Anez menjabat sebagai senator sejak tahun 2010. Pengangkatan Anez sebagai presiden tidak dihadiri oleh partai politik pendukung Morales di parlemen dan tanpa memenuhi korum sesuai konstitusi Bolivia.

Anez mengangkat dirinya sendiri sebagai presiden dengan dihadiri militer, polisi serta partai pendukungnya.

Sebuah Aliansi Perdamaian anti-imperial menyatakan solidaritas terhadap rakyat Bolivia. Aliansi juga menyerukan kepada orang-orang yang memiliki hati nurani di Barat untuk bergabung dengan kami mengalahkan poros dominasi AS, NATO dan sekutunya untuk kebaikan kemanusiaan. Mereka juga menyerukan: “Orang-orang Bolivia, Anda tidak sendirian.”

Menurut informasi terakhir, pada 16 November, demonstrasi anti-imperilaisme akan dilangsungkan di Washington, New York, dan kota-kota AS lainnya melawan kudeta yang dirancang CIA di Bolivia. Tuntutannya jelas: “Kembalikan Presiden Bolivia yang sah Evo Morales yang terpilih secara demokratis.” (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,059