NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia menilai maraknya aksi massa yang menolak berbagai RUU baik yang merupakan inisiatif pemerintah maupun DPR karena lemahnya sosialisasi dan partisipasi publik terutama dari kelompok kepentingan dalam pembentukan UU.
“Pembentuk UU tidak boleh terburu-buru dalam mengesahkan RUU apabila masih terdapat pasal dan ayat yang kontroversial yang menjadi perdebatan publik atau masih mengganggu nalar publik,” kata Sekjen Dewan Pengurus Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia, Cahyo Gani Saputro dikutip dari keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Sehingga, kata dia, jika dipaksakan akan membuat publik bergerak, terutama para kelompok kritis. “Terutama sekarang era media sosial, informasi akan berkembang cepat dan massif,” katanya.
Penundaan beberapa RUU yang diminta pemerintah dan disetujui DPR dinilainya sebagai bentuk respon yang sangat peka dalam proses penyerapan aspirasi publik.
“Penundaan beberapa RUU yang kemarin dimintakan oleh pemerintah dan disetujui DPR itu adalah respon yang sangat peka dalam menyerap aspirasi publik” kata dia lagi.
Terkait dengan gerakan massa yang terus mengalir, dia menambahkan, pembentuk UU harus menjelaskan ke publik secara langsung bahwa aspirasi publik telah diterima dan dilaksanakan serta reaksi publik saat ini harus menjadi catatan bagi pembentuk UU ke depan.
Selain itu, Cahyo meminta aparat keamanan tidak melakukan tindakan kekerasan pada aksi massa pelajar dan mahasiswa. Apabila ada perbuatan melawan hukum dilakukan penegakan hukum yang mengedepankan kemanusiaan.
“Serta menindak tegas terhadap setiap penunggangan aksi dan provokasi yang mengarah pada ketidakpuasaan pada hasil pemilu maupun upaya pemerintah saat ini yang gencar melawan radikalisme dan ekstrimisme di semua lini, yang sebelumnya berkembang massif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya. (ach/sle)
Editor: Eriec Dieda