NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Peneliti KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde) Leiden, Ward Berenscot melihat ada beberapa hal dalam sistem pemilu di Indonesia yang memicu ongkos politik di tanah air mahal. Beban-beban biaya itu yang kemudian memberatkan partai politik.
Satu diantaranya adalah mengenai sistem pemungutan suara. Di mana hal itu membuka peluang adanya praktek money politic yang tinggi.
“Buka daftar sistem pemungutan suara melemahkan parpol dan cendurung membesarkan praktek serangan fajar,” kata Ward dalam diskusi online bertajuk Regenerasi Partai Gagal? Absennya Legislator Muda, yang digelar pada Minggu (8/9/2019).
Beberapa hal lainnya adalah sistem berorientasi kandidat. Ward melihat sistem itu juga bisa melemahkan parpol.
“Proses pemilihan (saksi) membuat pemilihan menjadi mahal,” sambungnya.
Persoalan berikutnya lanjut Ward Berenscot adalah tentang sumber daya manusia (SDM) yang lemah jug turut mempengaruhi ongkos politik di Indonesia menjadi mahal.
“Sumber daya publik yang rendah untuk partai politik,” ungkapnya.
Menurut dia, jika ongkos politik bisa turun, maka keberadaan partai politik (parpol) yang kerap mensyaratkan mahar dalam kontestasi politik bisa dihindari. Sehingga parpol tidak lagi merasa ketergantungan terhadap para pemodal.
“Kalau ongkos politik turun, parpol tidak perlu lagi minta mahar politik tinggi, dan parpol tidak begitu tergantung calon kaya,” tandasnya.
Pewarta: Romadhon
Editor: Eriec Dieda