Budaya / SeniPuisi

Puisi Untuk Mendiang K. Zammil Muttaqin dan Harapan untuk Indonesia

K Zammil Muttaqin. (Ilustrasi/nusantaranews.co)
K Zammil Muttaqin. (Ilustrasi/nusantaranews.co)

Puisi Buday AD*

Kompetisi

Pada mulanya hujan tak pernah datang di tubuh bening
Sebab, rumah masih setia mengungkung
Memberi kehangatan pada mimpi yang tertanam
Di antara cahaya rembulan.

Ini kali hujan jatuh di atas kepala
Karena terlalu gagal mengedit puisi luka
Dari sekian kali badai menerpa diksi
Di antara tipograpi yang rapi.

Entah degan apa aku harus mencari sempurna
Sementara, masalah kadang datang tak terduga
Menjadi lawan lebih dulu yang sempurna.

Annuqayah, 2019

Harapanku
-Untuk Indonesia

Ketika bangsa ada
Mesti norma akan berdakwah
Dari narkoba yang beredar
Dari pelacur yang berserakan di kos-kosan.

Mestinya perlu ditindak
Dan dibina dengan hukum agama
Menjdi patokan segala masalah
Ketika anak bangsa salah memilih perkara.

Menuntun generasi bukan suatu hal yang mudah
Ketika ibunya tiada
Maka yang menuntun adalah kita sebagai anak bangsa
Meraih permata sesuai dengan hukum dan norma yang ada,
Itulah bangsa yang mendidik tanpa rasa lelah
Meski nyawa dipertaruhkan demi generasi semata.

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

Annuqayah, 2019

Pergi
-K. Zammil Muttaqin

Aku tak pernah bahagia dengan kepergianmu yang jauh
Bilamana resah masih tertuang di tubuh
Tanpa aku harus merayakan dengan hiburan yang senantiasa kuhaturkan
Di antara tangisan semua orang pada malam perpisahan
Namun, hati tak begitu kejam pada Sastrawan
Karena tak ada yang kuhaturkan
Selain bersedihmeminta doa pada Tuhan.

Memang terasa berat untuk melepaskanmu
Namun apalah tempat yang menjadi pemisah di antara kita
Karena semua pasti akan kembali pada pencipta
Menjadi kekal di akhirat
Tanpa ada yang tertinggal walau tubuhnya kuat.

Di sini aku tersedu sedan dengan penuh kasih dan sayang
Walau perut kian berdendang
Karena seharian tak makan,
Mencoba untuk menahan
Agar tujuan memberi kepastian kepada seorang yang telah hilang
Meski badai menerjang
Namun kasih sayang ku padamu takkan hilang.

Semoga kelak kita berkumpul di surga
Tanpa ada tempat yang menjadi pemisah
Meski kita bukan saudara
Karena surga tak memandang saudara
Atau bahkan putra raja.

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

Annuqayah, 2019

*Nama pena dari Budi Yanto Lahir di Pulau Tonduk Ra’as Alumni Mts Nurul Jadid sekarang tinggal di PP.Annuqayah Lubangsa Selatan (Padepokan C03R), bergiat di Sanggar Basmalah, Mangsen Puisi, Lesehan Sastra Annuqayah (LSA), dan kuliah di INSTIKA ,puisi-puisinya nangkring di Koran Madura (Pendidikan) Malang Post, Rakyat Sumbar serta puisinya terantologi di Luapan Emosi (Kosana Publisher 2019), Rahasia Rasa (Kosana Publisher 2019).

Related Posts

1 of 3,183