Politik

Lembaga Survei Diminta Tak Jadi Alat Propaganda Hasil Pilpres 2019

Lembaga Survei Nasional Dinilai Ramai-ramai Seret Jokowi Bernasib Seperti Ahok
Ilustrasi survei. (Foto: Net/Ist)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaLembaga survei diminta tidak menjadi alat propaganda hasil Pilpres 2019.

Waketum Partai Gerindra, Arief Poyuono mengkritisi sejumlah lembaga survei nasional yang secara berjamaah mengumumkan hasil quick count dan exit poll pasca pencoblosan Pilpres 2019.

Lembaga-lembaga survei maninstream rata-rata hanya mengambil sample quick count sebanyak 3000 TPS. Seolah-olah, jumlah tersebut sudah final untuk menentukan hasil pemilihan. Sementara, hitungan sebenarnya tetap berada di tangan KPU.

“Mohon lembaga survei, quick count jangan jadi alat propaganda untuk mem-framing atau menindaklanjuti angka-angka hasil real count yang akan dihitung oleh KPU,” kata dia, Jakarta, Kamis (18/4/2019).

Arief kemudian mengingatkan KPU untuk tak ikut-ikutan melegitimasi dugaan kecurangan yang dinarasikan oleh hasil quick count lembaga survei itu. Pasalnya, aksi tersebut dinilai sebagai upaya lembaga survei untuk mem-framing opini publik agar menyamakan hasil perhitungan real count KPU.

“Lembaga survei tantang kita buka data hasil perhitungan internal, memang kita takut, kita punya data C1-nya kok dari 5000 TPS yang kita jadikan dasar quick count kita,” ujar Arief.

Baca Juga:  Blusukan Pasar di Jember, Cabup Fawait  Sorot Minimnya Tempat Ibadah di Pasar

“Memangnya lembaga survei punya dokumen C1? Dari mana mereka dapat?,” ucapnya.

“Pertama sample yang diambil tidak lebih dari 3000 TPS. Pertanyaannya, apakah TPS-TPS yang diamati di Tingkat desa atau kelurahan, kecamatan dan kabupaten tidak bisa terakses oleh internet?,” lanjutnya.

Padahal, kata dia, data di Kemenkominfo sudah jelas bahwa saat ini hampir 90 persen kabupatan dan kota di seluruh Indonesia tersambung internet.

“Artinya, sudah hampir 450 kabupaten dan kota yang jadi pengamatan quick count lembaga survei dalam waktu 1 jam paling lama sudah bisa menghasilkan data masuk hingga 90% dengan mengirimkan gambar hasil perhitungan di TPS melalui jaringan email, WhatsApp yang mengunakan jaringan internet,” papar Arief.

“Dan yang untuk 10 persen bisa dikirim melalui SMS atau menginformasikan melalui jaringan telpon,” tambah dia.

Jadi, tambahnya, sudah jelas ada indikasi sebuah upaya pengiringan opini dan propaganda untuk melakukan kecurangan.

“Yang waras tolong bisa mikir, jangan mau ditipu lembaga survei,” cetusnya.

Baca Juga:  Kemiskinan Masalah Utama di Jawa Timur, Sarmuji: Cuma Khofifah-Emil Yang Bisa Atasi

(eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,051