Terbaru

Peristiwa Bersejarah Hari Ini, Lubuk Matahari Muhammadiyah Wafat

Kiai Ahmad Dahlan. (FOTO: Istimewa)
Kiai Ahmad Dahlan. (FOTO: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – K.H. Ahmad Dahlan, agamawan terkemuka dan berpengaruh tanah air wafat pada 23 Februari 1923 atau bertepatan dengan 7 Rajab 1340 H di Kauman Yogyakarta dalam usia 55 tahun. Tokoh Pahlawan Nasional pendiri Muhammadiyah ini lahir di daerah bernama Kauman, yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1868. Sosok yang menjadi panutan dan dikagumi hinnga sekarang tersebut memiliki nama kecil Muhammad Darwis.

muhammad darwis alias kiai haji ahmad dahlan
setekad risalah rasulullah ikhlas berjuang
menantang gelisah lama dalam resah petualang
ghazwatul fikr (zaman perang ideologi) dimulai”
melawan penjajah yang menjarah pikiran
dibelanya kebenaran dilawannya kejahilan
amar makruf nahi mungkar
tegas ia terbitkan surya dari wajahnya
elok aura memancar cerah
lubuk matahari muhammadiyah

Demikian dikutip dari puisi penyair nasioanl kelahiran Madura, Raedu Basha yang berjudul “Matahari Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan” yang termaktub dalam Antologi Puisi “Hadrah Kiai” yang menjadi salah satu pemenang Buku Puisi Pilihan Anugerah Hari Puisi Indonesia 2017.

Baca Juga:

Dari bait puisi Raedu Basha tersebut, kita diajak untuk melihat, mengingat, dan merenungkan betapa besar sumbangsih Kiai Ahmad Dahlan dalam memperjuangkan tanah airnya supaya lepas dari penjajahan Belanda yang tidak hanya menjarah kekayaan Indonesia, tetapi juga merenggut pikiran bangsa Indonesia waktu itu.

Kiai Ahmad Dahlan merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara dengan ayah bernama K.H. Abu Bakar. Ibu beliau bernama Siti Aminah yang merupakan putri dari H. Ibrahim yang pada masa itu menjabat sebagai penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Beliau adalah generasi ke-12 dari salah seorang walisongo yang terkemuka dalam mendakwahkan Islam di daerah Gresik yang bernama Maulana Malik Ibrahim.

Sejak kecil, Kiai Ahmad Dahlan sudah memiliki antusiasme yang tinggi untuk berdakwah. Sejak kecil pula, Dahlan diasuh dan di didik sebagai putera kyai. Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca, menulis, mengaji al-Quran, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari ayahnya. Menjelang dewasa, ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama kepada beberapa ulama besar waktu itu. Dengan begitu, tak heran jika dalam usia relatif muda, ia telah menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalu merasa tidak puas dengan ilmu yang dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih mendalaminya.

Baca Juga:  Bidik 55 Persen Suara di Sumenep, Cagub Luluk Temui Alumni Annuqayah

Setelah beberapa waktu belajar dengan sejumlah guru, pada tahun 1890 Dahlan berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studinya dan bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas dengan hasil kunjungan yang pertama, maka pada tahun 1903, ia berangkat lagi ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Ketika mukim yang kedua kali ini, ia banyak bertemu dan melakukan muzakkarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah. Pada saat itu pula, Dahlan mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal al Din al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Selama di Mekah, Dahlan juga berinteraksi dengan Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah yang memiliki pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam. Bahkan ketika itu di Mekkah, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga merupakan guru dari K.H. Hasyim Asyari, pendiri NU.

Sekembalinya beliau dari Mekkah pada tahun 1912, beliau mendirikan Muhammadiyah di kampung halamannya, Kauman, Yogyakarta. Muhammadiyah ia dirikan untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Quran dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya.

Baca Juga:  Wujudkan Pendidikan Hebat, DP Ponorogo Gelar Studi Tiru DP Surakarta

Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1921 Muhammadiyah diberi izin oleh pemerintah untuk mendirikan cabangnya di daerah lain.

Sekadar diketahui, gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Bahkan, dari Pemerintah Hindia Belanda pun timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.

Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri, Ta’ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi. Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.

Baca Juga:  Bapenda Tulungagung Gelar Gebyar Undian Berhadiah Pajak Daerah 2024

Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.

Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).

Untuk mengenang perjuang dan kiprah sang Matahari Muhammadiyah ini, beberapa tahun lalu, kisah hidup dan perjuangannya pun diangkat ke layar lebar dengan judul Sang Pencerah. Tidak hanya menceritakan tentang sejarah kisah Ahmad Dahlan, film ini juga bercerita tentang perjuangan dan semangat patriotisme anak muda dalam merepresentasikan pemikiran-pemikirannya yang dianggap bertentangan dengan pemahaman agama dan budaya pada masa itu, dengan latar belakang suasana Kebangkitan Nasional.

matahari indah mengitari negeri
bukan pancaran matahari dari langit, tuan
melainkan dari ufuk wajah seorang lelaki
yang memasrahkan cahayanya
kepada rahmat tuhan sepanjang masa

Demikian bait pamungkas puisi Raedu Basha.

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,148