Politik

Politisi PDIP Mengaku Saksikan Praktik Politik Uang di Kalimantan Utara

asn, aparatur sipil negara, dedy sitorus, asn nunukan, caleg nunukan, kaltara, nusantaranews
Politisi PDIP yang juga Wakil Direktur Relawan Jokowi-Maruf Amin, Deddy Sitorus saat diwawancarai Reporter Nusantara News di Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (4/2/2019). (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Eddy S)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Politisi PDI Perjuangan Deddy Sitorus mengaku dirinya menyaksikan praktik politik uang (money politic) di wilayah Kalimantan Utara untuk pemilihan legislatif 2019. Dia mengingatkan, politik uang membayahakan proses demokrasi.

“Bahkan dengan terang-terangan mereka sudah menyebut nominal 300 ribu rupiah hinggga 400 ribu rupiah untuk 1 suara. Ini sih bukan lagi kontestasi Demikrasi tapi pengkebirian terhadap Demokrasi,” ujar Deddy melalui pesan singkatnya, Jumat (8/2/2019).

Wakil Direktur TKN Jokowi-Ma’ruf Amin ini menuturkan bila politik uang menjadi acuan masyarakat dalam memilih calon legislatif, maka praktik politik transaksional ini akan berimbas buruk.

Pertama, kata dia, akan terjadi pemupusan harapan sebagian besar dari generasi penerus yang bercita-cita menjadi wakil rakyat hanya karena yang bersangkutan berasal dari keluarga yang kurang mampu dalam ekonomi. Karenanya, politik uang akan menjangkit dan menggerogoti etika demokrasi.

“Seperti penyakit berbahaya, politik uang adalah kanker dalam demokrasi yang keberadaanya apabila dibiarkan akan menggerogoti tubuh pemilu yang alih-alih dapat menjadi pembuka kesejahteraan tapi justru menjadi pembuka kehancuran,” terangnya.

Baca Juga:  Survei Pilgub Jatim: 84,5% Pemilih Gerindra Mantap Pilih Khofifah-Emil

Kedua, praktik politik uang hanya akan melahirkan politisi-politisi korup yang jangankan untuk memperhatikan atau memperjuangkan aspirasi Dapilnya, waktunya di legislatif pun hanya akan digunakan untuk fokus mengembalikan modalnya.

Di samping itu, praktik politik uang hanya akan melahirkan para politisi ‘asal jadi’ yang sangat minim kapabilitas apalagi integritas.

“Karena walau tak punya kecakapan sedikitpun, bisa saja dia lolos ke Parlemen asalkan dia punya duit dan mampu membayar suara masyarakat. Akibatnya, justru mereka yang benar-benar berniat mengemban Ampera (amanat penderitaan rakyat) justru terjungkal akibat tidak punya uang. Ini benar-benar merusak masa depan banga,” paparnya.

“Semua pihak sadar bahwa praktik politik uang itu musuh bersama. Apalagi dalam strategi politik, yang diuntungkan hanya segelintir orang. Kalaupun ada efektifitas, itu tak lebih dari 40 persen. Sisanya dinikmati timses,” pungkasnya.

Pewarta: Eddy Santri
Editor: Banyu Asqalani

Related Posts

1 of 3,055