Mancanegara

OKI dan PBB Didesak Bersikap Atas Pelanggaran HAM Rezim Komunis Cina pada Muslim Uighur

Militer RRT mengawasi masyarakat muslim Uighur di Xinjiang. (Foto: Alliance/Kyodo)
Militer RRT mengawasi masyarakat muslim Uighur di Xinjiang. (Foto: Alliance/Kyodo)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menyikapi kasus diskriminasi dan intimidasi etnis muslim Uighur oleh rezim pemerintah komunis Cina, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persaudaraan Alumni 212 mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk segera bersikap tegas.

“Kami mendesak Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan PBB dan Komnas HAM RI untuk menyelamatkan nasib Umat Islam Uighur,” kata Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, Slamet Ma’arif dalam pernyataan sikapnya, Kamis (20/12/2018).

Baca juga: Otoritas Cina Siksa Muslim Uighur, Pemerintah Indonesia Masih Tutup Mata

Selain itu Persaudaraan Alumni 212 juga meminta OKI, PBB dan juga Komnas HAM bersikap tegas terhadap Rezim komunis Tiongkok agar memberikan perlindungan hak-hak sipil bagi etnis Uighur.

Muslim Uighur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xinjiang harus memiliki dan diberikan kebebasan menjalankan ajaran agamanya,” ujarnya.

Slamet Ma’arif mengaku mengutuk keras Tiongkok atas penindasan etnis Uighur di Provinsi Xinjiang, RRT. Seperti diberitakan media internasional, muslim Uighur di Provinsi Xinjiang mengalami penyiksaan, Intimidasi, diskriminasi, pengucilan, penangkapan dan pelarangan menjalankan ajaran agama.

Baca Juga:  BREAKING NEWS: Atas Perintah Raja Maroko, Putra Mahkota Moulay El Hassan Sambut Presiden Tiongkok di Casablanca

Baca juga: Tiongkok Memang Tengah Gencar Lakukan Program Deradikalisasi di Xinjiang

Ia menyebut apa yang dilakukan rezim Tiongkok adalah pelanggaran nyata atas Hak Asasi Manusia, dan Hukum Internasional.

Sebagai informasi Pemerintah Cina sebelumnya mempekerjakan paksa para tahanan etnis Uighur dan Kazakhs di kamp-kamp reedukasi di Xinjiang.

Menurut kesaksian-kesaksian yang dikumpulkan The Associated Press dan dilansir pada Selasa (18/12), para tahanan dipaksa bekerja setelah menjalani indoktrinasi Partai Komunis Cina, dilarang menggunakan bahasa etnis mereka, dan tak boleh menjalankan ritual-ritual agama Islam.

Baca juga: PBB Kembali Desak Aung San Suu Kyi Hentikan Kekerasan Terhadap Muslim Rohingya

Baca juga: RRC Penentu Konflik Hukum Civic Rohingya vs Konflik UU WNI

Baca juga: Di Balik Konflik Etnis Rohingya di Rakhine

Belasan yang sempat ditahan atau memiliki anggota keluarga dalam kamp menuturkan para tahanan tak diberi pilihan lain selain bekerja di pabrik-pabrik di sekitar kamp reedukasi. Sebagian koridor antara kamp tahanan dan pabrik-pabrik itu dilaporkan dipagari kawat duri dan diawasi dari menara

Baca Juga:  Burundi Reiterates Support for Morocco's Territorial Integrity, Sovereignty over Sahara

Pewarta: Romandhon
Editor: Almeiji Santoso

Related Posts

No Content Available