NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Perjuangan Ir. Soegiharto Santoso, SH selaku Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) mencari keadilan selama 8 tahun lamanya rupanya tak kunjung surut. Kriminalisasi yang dialaminya pada tahun 2016 silam mendorong Soegiharto Santoso, tokoh nasional yang juga berprofesi sebagai wartawan dan advokat, terus berjuang menuntut keadilan dan penegakan hukum terhadap para pelaku kriminalisasi dan penghinaan terhadapnya ketika ia ditahan selama 43 hari (24 November 2016 hingga 05 Januari 2017) di sel tahanan Rutan Bantul.
Soegiharto Santoso pun melayangkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Sunarto, SH., MH., dan juga kepada Juru Bicara Mahkamah Agung RI, Dr. Yanto, SH., MH., serta kepada Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung RI, Dr. Sobandi, SH., MH., pada Senin (9/12/2024) di Jakarta.
Hal itu dilakukan Soegiharto untuk memperjuangkan keadilan bagi dirinya karena ada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta perkara No. 165/PID.SUS/2024/PT DKI dengan Majelis hakim ketua DR. H. Yahya Syam, SH., MH., bersama hakim anggota Sugeng Riyono, SH., MHum. dan H. Andi Cakra Alam, SH., MH., yang dinilainya mencederai penegakan hukum dan keadilan, karena hanya dalam waktu 28 hari PT DKI membatalkan putusan PN JakPus.
Padahal sebelumnya perkara tersebut telah disidangkan melalui proses panjang selama 7 bulan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perkara No. 731/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Pst dengan Majelis Hakim Ketua Toni Irfan, SH bersama hakim anggota Teguh Santoso, SH., dan I Gusti Ngurah Partha Bhargawa, SH.
Dalam proses sidang perkara di PN JakPus tersebut telah menghadirkan sejumlah saksi dan ahli yang memberatkan, sementara dari pihak Terdakwa Rudy Dermawan Muliadi tidak mampu menghadirkan seorangpun saksi yang meringankan perbuatannya, sehingga mejelis hakim menjatuhkan vonis hukuman pidana penjara selama 4 bulan dan denda 20 Juta Rupiah, subsider 1 bulan penjara.
Sesungguhnya jauh sebelum surat itu dilayangkan, kronologis perjuangan itu dimulai pada saat proses hukum di PN Bantul dan Mahkamah Agung RI memutuskan Hoky sapaan akrab Soegiharto Santoso dinyatakan tidak bersalah. Tekanan dan hinaan melalui media sosial yang dialami Hoky saat dirinya dikriminalisasi, disikapi dengan melaporkan balik oknum-oknum tersebut ke aparat penegak hukum.
Dari laporan Polisi tersebut di Polda DIY ada 3 (tiga) orang yang menjadi Tersangka dan berlanjut ketiga-tiganya menjadi Terdakwa. Salah satunya Ir. Faaz terbukti bersalah dan telah divonis dan dipenjarakan di Lapas Wirogunan Yogyakarta. Sementara Terdakwa lainnya Michael Sunggiardi sudah mengakui kekeliruannya dan meminta maaf secara resmi, sehingga Hoky menyatakan memaafkan dan proses hukum tidak berlanjut.
Berbanding terbalik denganTerdakwa Rudy Dermawan Muliadi yang tidak pernah mau meminta maaf kepada Hoky agar kasus ini dihentikan. Hoky menduga itu karena terdakwa bersama kelompoknya merasa kebal hukum, namun oleh majelis hakim PN JakPus terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dengan dijatuhi vonis hukuman 4 bulan penjara.
Akan tetapi, putusan tersebut dibatalkan oleh Majelis Hakim PT DKI Jakarta, sehingga Terdakwa Rudy Dermawan Muliadi kembali dinyatakan lolos dari jerat hukum lagi.
Menyikapi hal itu, Hoky pun menyurat Ketua MA RI dan Juru Bicara MA RI, serta kepada Kepala Biro Hukum dan Humas MA RI untuk meminta keadilan berlaku atas dirinya yang pernah mengalami kriminalisasi dan penghinaan.
Dalam suratnya, Ia juga mempertanyakan proses putusan Banding yang diajukan Terdakwa Rudy Dermawan Muliadi hanya selang 28 hari sudah ada putusan. “Biasanya perkara seperti ini memakan waktu yang cukup lama. Dibanding perkara yang saya kawal di PN JakPus dengan pemberitaan media massa, saya hadir langsung setiap sidang sejak awal hingga putusan, itu saja memakan waktu sekitar 7 bulan,” ungkap Hoky.
Saat mengantar langsung surat ke MA RI, Hoky didampingi oleh wartawan senior Ferdinand L. Tobing dan Ramdhani. Hoky juga memberikan keterangan pers di depan wartawan peliput MA, bahwa sebagai warga negara yang berhak menuntut keadilan, Ia mengaku sangat merasa kecewa dengan diperlakukan tidak adil oleh lembaga Peradilan dalam hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Padahal menurutnya Ir. Faaz dalam perkara yang sama telah menjadi Terpidana dan pihak Terdakwa Rudy telah divonis bersalah di PN Jakarta Pusat, namun sayangnya oleh PT DKI Jakarta memutuskan hal yang berbeda. “Putusan PT DKI Jakarta tersebut sangat mencederai rasa keadilan. Saya menduga karena ada peran dari pihak tertentu untuk membatalkan putusan PN Jakarta Pusat,” kata Hoky kepada wartawan di Gedung MA RI, Senin (9/12/2024).
Hoky juga mengungkapkan, pihak JPU Frederick Christian S, SH, MH., telah melakukan upaya kasasi di MA sejak tanggal 08 Agustus 2024 artinya telah 4 bulan yang lalu. “Upaya itu untuk memberi jaminan rasa keadilan bagi saya sebagai warga negara yang menjadi korban mafia hukum dan korban penghinaan, ironisnya pihak Majelis Hakim di PT DKI Jakarta tidak melihat ataupun tidak merasakan penderitaan saya dan keluarga saat saya ditahan selama 43 hari tanpa melakukan kesalahan, hal tersebut adalah bentuk kriminalisasi, lalu saya masih dihina di media sosial, Para Hakim tersebut belum merasakan ditahan lalu dihina pula di media sosial,” tandas Hoky.
“Untuk itu saya mengetuk hati nurani Bapak Ketua MA selaku pemberi keadilan terakhir bagi warga negara yang menuntut keadilan, agar kiranya upaya Kasasi JPU dapat dikabulkan demi memenuhi rasa keadilan di negeri ini,” kata Hoky berharap.
Ia juga menyadari bahwa pihak Terdakwa Rudy Dermawan Muliadi dengan kelompoknya memiliki pengaruh dan kekuasaan serta kemampuan finasial yang sangat besar, dimana terbukti Rudy mampu menang perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL di PN JakSel hingga tingkat PK di MA.
Padahal Hoky menduga saat melakukan gugatan pihak Rudy menggunakan dokumen palsu dan telah dilaporkannya ke pihak kepolisian sejak tanggal 06 Juli 2020 dengan laporan Polisi No. LP/3894/VII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ di Polda Metro Jaya yang di limpahkan ke Polres Jakarta Selatan.
“Artinya telah lebih dari 4 tahun yang lalu, namun hingga saat ini masih proses penyelidikan terus dan terus di Polres JakSel. Akan tetapi saya tetap yakin dan percaya, bahwa kebenaran pasti akan menang, kekuasaan dan kekayaan tidak bisa membeli hukum serta keadilan di negeri ini,” tegas Hoky.
Sementara wartawan senior Ferdinand L. Tobing dan Ramdhani yang mendampingi Hoky saat mengantar surat ke MA mengatakan, pihaknya sudah mengikuti persoalan hukum yang dihadapi rekan sejawatnya itu sejak 8 tahun lalu.
“Saya 8 tahun yang lalu sempat beberapa kali membesuk Pak Hoky di Rutan Bantul dan hadir dalam persidangan Pak Hoky di PN Bantul, saya malah sempat mendengar salah satu saksi yang menyatakan bahkan menyebutkan nama seseorang yang diduga menyiapkan dana agar Hoky masuk penjara, dan itu tertuliskan dalam salinan putusannya, sungguh keji perbuatan kelompok Terdakwa Rudy ini, kita harus bantu viralkan peristiwa ini agar Pak Hoky memperoleh keadilan.” ungkap Ferdinand
Ia menambahkan, “saya mendukung perjuangan Hoky menuntut keadilan bukan hanya kepada Ketua MA tapi harus juga ke Juru Bicara Mahkamah Agung RI dan Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung RI yang selama ini menjadi mitra kita sebagai wartawan peliput di MA,” ujar Ferdinand.
Senada dengan hal itu, Ramdhani yang ikut mendampingi Hoky menyerahkan surat ke MA, memberi dukungan moril kepada rekan sejawatnya itu. “Saya berharap agar permohonan yang Pak Hoky ajukan mendapat perhatian serius dari Mahkamah Agung untuk mewujudkan keadilan yang sesungguhnya. Saya juga akan terus mengikuti perkembangan perkara ini dan memberikan informasi lebih lanjut sesuai dengan proses hukum yang berjalan,” ujar Ramdhani.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Hence Mandagi turut menanggapi perjuangan Hoky selama 8 tahun mencari keadilan. Menurut Mandagi, selama ini Hoky konsisten memperjuangkan kemerdekaan pers di berbagai kesempatan.
“Jadi ini saatnya beliau memperjuangkan keadilan bagi dirinya. Dan kami sebagai rekan seperjuangan sangat mendukung upaya beliau. Untuk itu kami meminta Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dapat melihat perkara yang dialami Bang Hoky ini dari sisi kemanusiaan. Jangan sampai mafia hukum menang. Hukum harus menjadi panglima di negeri ini,” tandas Mandagi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (10/12/2024). (*)