EkonomiTerbaru

4 PR Pemerintah Tingkatkan Daya Saing Nasional

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah Indonesia memiliki 4 pekerjaan rumah serius dalam upaya meningkatkan daya saing nasional di tingkat global. Laporan Global Competitiveness Index (GCI) menunjukkan, daya saing Indonesia stagnan selama 3 tahun terakhir.

“Ada 4 (empat) PR serius pemerintahan Presiden Jokowi yang harus dituntaskan di periode 2014-2019 mendatang,” ujar Peneliti Wiratama Institute, Muhammad Syarif Hidayatullah dalam siaran persnya meresponi Laporan Global Competitivenss Index, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Ia mengatakan, pada tahun 2014 daya saing Indonesia berada pada peringkat 34 dan melorot ke peringkat 36 pada tahun 2017. Dan jika dibandingkan tahun 2016 lalu, memang ada sedikit perbaikan atau naik 5 peringkat.

“Tetapi hal itu lebih seperti penebusan karena memburuknya daya saing nasional semenjak tahun 2014 lalu,” papar Syarif.

Syarif menyebutkan keempat pekerjaan rumah serius yang harus dituntaskan pemerintah. Pertama, masalah korupsi dan birokrasi menjadi dua hal utama yang selalu dikeluhkan oleh banyak pihak. Sehingga hal itu menjadi pekerjaan rumah utama pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

Kedua, lanjut Syarif, berdasarkan parameter GCI isu health and primary education dan labour market efficiency juga menjadi dua hal yang melemahkan daya saing. Secara berturut-turut kedua isu tersebut menempati peringkat 94 dan 96. Khusus pada indikator health and primary education, peringkat Indonesia menurun drastis dari 74 pada tahun 2014, menjadi peringkat 92 pada tahun 2017.

Ketiga, isu fleksibilitas upah dan partisipasi perempuan juga menjadi hal utama. Terkait partisipasi perempuan dalam dunia kerja, juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, tingkat partisipasi Angkatan Kerja Perempuan sudah mengalami stagnansi selama beberapa tahun terakhir.

“Pemerintah perlu melakukan intervensi, seperti memperketat pengawasan untuk menghindari diskriminasi gender di dunia kerja, mendorong perusahaan memiliki ruang laktasi, subsidi untuk penitipan anak, pelatihan khusus untuk pekerja perempuan,” tuturnya.

Keempat, hal yang menarik adalah stagnannya peringkat infrastruktur Indonesia. Jika dibanding tahun 2016 lalu memang tercatat ada peningkatan terjadi hingga 8 peringkat. Akan tetapi, apabila dibandingkan tahun 2014 yang berada di peringkat 56, maka cenderung stagnan sebab secara score hanya ada kenaikan sebesar 0.1.

Baca Juga:  Presiden Resmi Jadikan Dewan Pers Sebagai Regulator

“Hal ini menjadi anomali mengingat Pemerintah acap kali klaim pembangunan infrastruktur besar-besaran. Sebagai pembanding, pada periode kedua Presiden SBY peringkat Indonesia meningkat tajam dari posisi 82 pada tahun 2009, menjadi peringkat 56 pada tahun 2014, di mana score infrastruktur Indonesia meningkat dari 3,2 menjadi 4,4,” ungkap Syarif menambahkan.

Ia melanjutkan, bahwa selama ini pemerintah selalu menyebutkan kenaikan alokasi yang begitu besar, faktanya realisasi di lapangan sering jauh dari target.

“Contohnya, untuk realisasi belanja modal pada tahun 2016 itu hanya sebesar Rp 160 triliun atau hanya 78%. Angka itu bahkan di bawah realisasi tahun 2013 yang sebesar Rp 180triliun,” kata Syarif. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Related Posts

1 of 31