HukumPolitikTerbaru

4 Kriteria yang Perlu Dipenuhi SekMA Baru Menurut KY

Juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi /Foto: Istimewa
Juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi /Foto: Istimewa

NUSANTARANEWS.CO – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Keputusan Presiden (Kepres) terkait pemberhentian Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Pemberhentian tersebut merupakan respon dari permohonan pengunduran diri yang diajukan Nurhadi pada satu hari sebelumnya. Dengan ditekennya Kepres tersebut secara otomatis jabatan SekMA tersebut kini tengah kosong.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka jabatan Sekretaris Mahkamah Agung tersebut merupakan jabatan yang dapat diisi melalui seleksi terbuka, baik dari PNS maupun non-PNS.

Mekanisme seleksi terbuka bertujuan terlaksananya pengisian jabatan secara transparan, objektif, kompetitif dan akuntabel. Melalui mekanisme seleksi terbuka atau lelang jabatan ini diharapkan pengisian jabatan tersebut dapat diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan berintegritas. Lelang jabatan juga memberikan kesempatan terhadap orang-orang berkualitas yang berasal dari luar institusi untuk mengisi jabatan tersebut.

“Sayangnya KY tidak mempunyai kewenangan untuk ikut dalam proses seleksi calon SekMA. Secara yuridis hal tersebut merupakan ranah MA untuk melakukan proses penggantian pejabat dimaksud,” kata Jubir Komisi Yudisial Fared Wajdi, kepada nusantaranews.co di Jakarta, Selasa(2/8/2016).

Menurut Farid Posisi SekMA memegang peranan sangat penting dalam reformasi birokrasi di Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa kewenangan yang berada di bawah SekMA seperti urusan organisasi, administrasi, keuangan, kepegawaian dan lain sebagagainya. Karenanya pengisian jabatan SekMA ini harus diisi oleh orang yang memiliki kompetensi dalam bidang reformasi birokrasi dan berintegritas.

Baca Juga:  Pemdes Pragaan Daya Membuat Terobosan Baru: Pengurusan KTP dan KK Kini Bisa Dilakukan di Balai Desa

Adapun 4 hal yang harus diperhatikan oleh MA dalam melakukan perbaikan di tubuh internal mereka. Pertama harus ada kemauan kuat untuk memperbaiki lembaga tetsebut. Kemauan tersebut tentunya harus datang dari internalnya. Karena tanpa itu, maka es spirit de corps yang tidak diletakkan pada tempatnya terus akan menjadi penghalang.

“Yang kedua pelaku perubahan yamg bebas dari segala beban. Ibaratnya kalau mau bersih-bersih, yah sapunya juga harus bersih, bagaimana mungkin jika mau bersih-bersih tapi sapunya kotor. Pelaku perubahan harus dimulai dari orang yang benar-benar telah selesai dengan dirinya dan tidak memiliki beban apapun,” katanya.

Kemudian yang ketiga harus transpasaran dari semua aspek apapun pembaruan yang dilakukan hendaknya hal tersebut juga linier dengan penegakkan integritas, bukan justru sebaliknya dan pembaruan jalan korupsi pun jalan terus.

“Dan yang terakhir meminalisir sentralisasi peran kewenangan yang terlalu absolut terpusat atau tersentralisasi pada satu titik memiliki kecenderungan abuse yang tinggi. Sehingga pada saat urusan itu diurus setidaknya lebih dari satu kepala, maka objektifitasnya pun akan semakin baik,” papar dia.

Sebelumnya, nama Nurhadi kembali muncul setelah ditemukan uang sejumlah Rp1,7 miliar di dalam kloset rumahnya pada saat penggeledahan rumah Nurhadi, Kamis (21/4/2016) lalu. Penggeledahan dilakukan karena dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi yang menimpa Edy Nasution, Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat. Tak lama setelah penemuan uang tersebut, Nurhadi dicekal.

Baca Juga:  Kepala DKPP Sumenep Ajak Anak Muda Bertani: Pertanian Bukan Hanya Tradisi, Tapi Peluang Bisnis Modern

Terakhir, ketua KPK, Agus Rahardjo menyatakan bahwa KPK sudah menerbitkan Sprinlidik dalam kasus yang diduga melibatkan Nurhadi. Dengan berhentinya Nurhadi sebagai SekMA diharapkan proses pemeriksaan yang dilakukan KPK akan lebih mudah. Peranannya Nurhadi semakin terlihat dalam dakwaan milik Doddy Aryanto Supeno, penyuap panitera PN Jakpus Edy Nasution.

Kejadiannya bermula dari sengketa antara PT Across Asia Limited (AAL) dengan PT First Media. PT AAL sesuai Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 214/Pdt.Sus-Pailit/2013 tertanggal 31 Juli 2013, dinyatakan pailit. Putusan telah diberitahukan oleh PN Jakarta Pusat kepada PT AAL pada 7 Agustus 2015.

Awalnya pihak PT AAL tidak mengajukan banding ke MA sampai batas akhir pengajuan selesai. Namun keputusan itu berubah. Eddy Sindoro dari PT Artha Pratama Anugerah memerintahkan anak buahnya yakni Huresty dan Doddy Aryanto Supeno untuk mengurus pengajuan kembali. Dalam proses tersebut, Huresty kemudian menemui Edy Nasution. Edy awalnya mengaku tak bisa membantu pengurusan perkara itu. Hanya saja, setelah diiming-imingi uang senilai Rp50 juta, dia mengabulkan permintaan dari pihak Eddy Sindoro.

Untuk memastikan berkas PK itu segera dikirim, Nurhadi menghubungi Edy Nasution. Dalam percakapan melalui telepon itu, dia meminta Edy segera menyerahkan berkas ke MA. Berkas kemudian dikirim pada 30 Maret 2016.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Tidak hanya itu, Nurhadi juga mempunyai peranan penting dalam penanganan sejumlah perkara perusahaan Lippo Group. Hal tersebut terkuak saat sidang lanjutan, Jumat, (27/7/2016), dimana tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menunjukkan barang bukti berupa dokumen berisi tabel sejumlah perkara hukum yang tengah dihadapi Lippo Group. Dokumen dalam bentuk memo itu juga dilengkapi dengan penjelasan mengenai target penyelesaian kasus.

Berikut salah satu surat memo yang dimaksud:

Surat Memo:
Yth. Promotor,
Dengan Hormat
Re: Tanah Paramount

Terlampir kami sampaikan surat jawaban dari PN Pusat terkait permohonan eksekusi tanah Paramount

Mohon bantuan agar isi surat tersebut dapat direvisi pada bagian alinea terakhir kalimat “belum dapat dieksekusi” menjadi “tidak dapat dieksekusi”. sebagaimana hal tersebut dinyatakan dalam Surat Ketua PN Jakarta Pusat No.W10.U1.Ht.065/1987 Eks 2013.XI.01.12831.TW/Estu tanggal 11 November 2013. Hal: Permintaan Bantuan eksekusi lanjutan (copy terlampir)
terima kasih

Meski rangkaian kasus Nurhadi mulai terlihat, namun KPK belum berani menetapkan Nurhadi menjadi tersangka. Pasalnya masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan KPK, salah satu pekerjaan rumah yang dimaksud adalah, mendatangkan Sopir Pribadi Nurhadi yakni Royani dan Mantan Petinggi Lippo Group Eddy Sindoro. Pasalnya keduanta diduga mengetahui seuk beluk soal prakti permainan perkara yang dilakukan Nurhadi. (restu)

Related Posts

1 of 3,052