Politik

4 Kebijakan Konyol KPU, Hak Suara untuk Orang Gila Dinilai Paling Parah

kpu sumenep, caleg sumenep, dprd sumenep, pileg sumenep, nusantaranews, nusantara news
Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mencermati sejumlah produk kebijakan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai konyol dan kontroversial, pengamat politik nasional Ujang Komarudin menyebut hal yang paling parah adalah pemberian hak suara kepada orang gila.

Sebagaimana diketahui setidaknya ada empat kebijakan KPU yang menuai polemik. Antara lain, penggunaan kotak suara dari kardus, penetapan hak suara bagi pengidap gangguan jiwa, peniadaan visi misi capres-cawapres serta pembocoran materi pertanyaan debat.

Dari keempat kebijakan KPU itu, Ujang mengatakan pemberian hak suara kepada orang gila yang dinilai paling tidak masuk akal. “Orang gila kok diberi suara. Walaupun mereka beralasan yang diberi hak suara orang gila dengan gangguan jiwa dan dengan rekomendasi dokter,” kata Ujang saat dihubungi NUSANTARANEWS.CO, Minggu (6/1/2019).

KPU terkadadang aneh dan nyeleneh,” ungkapnya.

Menurut Ujang, setiap warga negara memang harus dijaga hak pilihanya. Namun untuk kasus orang gila baginya itu pengecualian.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Dirinya kemudian menjelaskan di dalam Islam orang gila tidak terkena kewajiban untuk menjalankan hal-hal yang wajib. Dirinya mencontohkan seperti sholat.

“Itu contoh saja. Maksudnya orang gila itu tidak kena kewajiban apapun. Termasuk memilih. Kecuali jika sudah sembuh,” ujarnya.

Sebelumnya, KPU RI telah melakukan pendataan bagi para penyandang gangguan mental untuk dimasukkan ke dalam daftar pemilih. Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan untuk pasien gangguan jiwa yang memiliki hak pilih nantinya diwajibkan menyertakan surat keterangan dari dokter saat ke TPS.

“Hal tersebut sudah ada regulasinya, untuk kondisi tersebut yang paling dibutuhkan adalah surat keterangan dokter yang menyatakan seseorang sanggup menggunakan hak pilih, sepanjang tak mengganggu bisa memilih, kalau mengganggu ya tidak bisa,” kata Arief Budiman di Ecovention Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu, 17 November 2018.

Ia menegaskan mekanisme untuk pemilih dengan kondisi seperti itu sangat beragam tergantung jenis gangguan jiwa yang dialami dan kondisi masing-masing lokasi.

Baca Juga:  Menangkan Golkar dan Prabowo-Gibran di Jawa Timur, Sarmuji Layak Jadi Menteri

“Tetap boleh memilih karena tidak semua yang terganggu kondisinya tidak bisa menentukan pilihan, ada gangguan yang tak pengaruhi kemampuan gunakan hak pilih,” jelas Arief.

Pewarta: Romadhon
Editor: Almeiji Santoso

Related Posts

1 of 3,067