EkonomiPolitik

24 Jam PMK Direvisi, DPR: Pemerintah Seperti Orang Kebelet

anggota komisi xi dpr ri heri gunawan/ Foto IST
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan/Foto: Istimewa

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, mengungkapkan bahwa Pemerintah terkesan tidak siap dengan kebijakan akses keuangan untuk perpajakan yang dibuatnya.

Seperti diketahui, Pemerintah membuat batasan jumlah saldo yang wajib dilaporkan bank ke Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu). Aturan itu termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Akses Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Menurut Heri, awalnya disebutkan bahwa batas saldo dalam negeri yang wajib dilaporkan bank minimal Rp200 juta. Namun tidak lebih dari 24 jam, batas tersebut direvisi. Sementara itu, nasabah berbentuk badan tidak dipatok batas atas dan bawahnya.

“Sudah Perppu-nya buru-buru sampai tabrak sana, tabrak sini, aturan teknisnya terkesan terbirit-birit, infrastruktur pelaporan pun saya yakin tidak siap. Bank-bank itu pun pasti bingung bagaimana model instalasi pelaporan yang harus dijalankan. Sebab itu, saya perlu ingatkan pemerintah agar jangan buru-buru meluncurkan suatu kebijakan penting dan menyangkut kepentingan nasional. Ini kok seperti orang ‘kebelet’ saja. Aneh,” ungkapnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Nusantaranews, Jakarta, Kamis (8/6/2017).

Baca Juga:  Pemdes Pragaan Daya Membuat Terobosan Baru: Pengurusan KTP dan KK Kini Bisa Dilakukan di Balai Desa

Sementara itu, Heri mengatakan, terkait intip-intip tabungan atau simpanan, semakin lama semakin membingungkan. Pasalnya, menurut Heri, Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa yang diintip adalah simpanan dengan saldo minimal US$250.000.

“Saya juga kurang paham kenapa ibu menteri ngomongnya dalam USD, mungkin karena terbiasa dengan USD bukan Rupiah. Lalu Pak Dirjen Pajak bilang simpanan saldo minimal Rp200 juta yang diintip. Lalu tadi malam muncul siaran pers lagi mengatakan saldo minimal Rp1 miliar. Kok aturan hitungan hari sudah berubah-ubah?,” ujarnya penuh tanya.

Politisi dari Partai Gerindra itu menambahkan, efek yang akan terjadi adalah dapat mengakibatkan pasar menjadi kacau dan tidak ada kepastian. Apalagi yang disebutkan AEOI itu aslinya hanyalah untuk simpanan atau tabungan orang asing di suatu negara.

“Ini gebyah uyah nasabah dalam negeri juga diacak-acak. Bisa-bisa bank kita collaps, likuiditasnya lompat ke sana ke mari,” katanya.

Reporter: DM/Rudi Niwarta
Editor: Eriec Dieda

Related Posts