Mancanegara

Warganya Terpecah Belah, 1 Juta Warga Sudan Selatan Berlindung di Uganda

Referendum Sudan Selatan. (Foto: Goran Tomasevic/Reuters)
Referendum Sudan Selatan. (Foto: Goran Tomasevic/Reuters)

NUSANTARANEWS.CO, Kampala – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) jumlah pengungsi Sudan Selatan yang berlindung di Uganda telah mencapai satu juta. Ini menjadi tonggak sejarah yang suram dari krisis pengungsi terbanyak di dunia.

Associated Press melaporkan, pejabat Uganda mengatakan bahwa mereka disesaki derasnya arus pengungsi yang melarikan diri dari perang saudara di Sudan Selatan. Hal ini membuat PBB harus bekerja keras untuk memberikan bantuan kemanusiaan di negara tersebut.

Dilaporkan, rata-rata 1.800 warga Sudah Selatan datang setiap harinya ke Uganda selama kurun waktu 12 bulan terakhir. Dalam sebuah pernyataannya, UNHCR mengatakan sebanyak satu juta lebih orang Sudan mengungsi untuk mencari perlindungan di Sudan, Ethiopia, Kenya, Kongo dan Republik Afrika Tengah.

Pertempuran mematikan pada Juli 2016 silam di ibu kota Sudah Selatan, Juba membuat warga tak sedikit yang melarikan diri keluar dari negara tersebut.

“Pendatang baru-baru ini terus berbicara tentang kekerasan barbar, dengan kelompok bersenjata dilaporkan membakar rumah-rumah di mana ada warga sipil di dalamnya, orang-orang dibunuh di depan anggota keluarga, serangan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan dan penculikan anak laki-laki karena wajib militer,” kata pernyataan tersebut.

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

Kondisi semakin dilematis menyusul banyaknya jumlah pengungsi sementara stok bantuan makin menipis.

Sebuah pertemuan puncak penggalangan dana yang diselenggarakan oleh Uganda pada bulan Juni hanya mengumpulkan sedikit dari 2 miliar dolar yang dibutuhkan otoritas Uganda untuk mencukupi kebutuhan para pengungsi.

Sarah Jackson, seorang pejabat Amnesty Internasional mengatakan keberadaan sekitar satu juta pengungsi yang mengalami penderitaan ini harus mampu mendapatkan perhatian masyarakat internasional.

“Dengan tidak adanya resolusi terhadap konflik di Sudan Selatan, para pengungsi akan terus melarikan diri ke Uganda dan krisis kemanusiaan hanya akan semakin meningkat,” kata Sarah dalam sebuah pernyataan.

Sebagian besar pengungsi adalah perempuan dan anak-anak yang melarikan diri dari kekerasan. Untungnya, otoritas Uganda mau bermurah hati menampung para pengungsi, bahkan telah menyediakan lahan untuk membangun kamp pengungsian sementara. Diharapkan lahan tersebut setelah dibuat tempat penampungan pengungsi bisa mengelolanya untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

Sebab, mau berharap pada program Pangan Dunia juga sudah tak dapat diandalkan. Program tersebut terus mengalami kekurangan pendanaan, setidaknya hingga bulan Juni tahun lalu. Apalagi PBB sendiri merilis dana yang tak sedikit untuk mengurusi para pengungsi Sudan Selatan di Uganda. Setikdanya, menurut PBB, dibutuhkan dana sebesar 674 juta dolar. Kabar baiknya, seperlima dari jumlah itu telah tersedia.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

“Kekurangan pendanaan di Uganda sekarang secara signifikan mempengaruhi kemampuan untuk memberikan bantuan menyelamatkan jiwa dan layanan dasar yang penting,” kata pernyataan UNHCR.

Sejak kemerdekaannya pada Januari 2011 silam berkat hasil referendm, konflik Sudan Selatan terus meletus. Pertempuran antara pemerintah dan pemberontak meletus pada 15 Desember 2013 silam. Hingga kini, dilaporkan sedikitnya sydag lebih dari 10 ribu orang tewas dan 3 juta orang terlantar. Pasalnya, konflik ini telah memecah belah warga Sudan Selatan berdasarkan etnis. PBB mulai khawatir akan terjadinya genosida.

Tragis memang. Padahal, Sudan Selatan yang merupakan negara di Afrika Utara ini dikenal kayak akan minyak bumi. Konflik sipil atau perang sudara membuat negara ini di ambang kehancuran. (ed)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts