Wanita Tua di Balik Payung Hitam
Aku tahu hiruk pikuk kabut pekat itu
membangunkan samudera yang telah lama merantau dalam tidur
juga awan gelap yang erat memeluk petir menjadi guntur itu
hanya ingin membalikan posisi riak gelombang laut
yang sebelumnya pelan-pelan ke tepi dan mengecup kening karang
menjadi raja di atas gunung dan lembah sunyi
biarkan saja ribuan panah prajurit surga menerka
wanita siapa di balik payung hitam itu
aku pantang menyerah
tak sedekah celah pun aku berikan
sekali-sekali kau lirik lewat angin selatan
dengan gaya klasik kuserong ujung payung itu
dari utara kau menyelusup masuk
aku tetap berdendang di atas nada-nada yang kau pasang
di antara gimbalnya butir hujan
kau lelah dan harus terbenam di barat
enggan beringut kala pagi memanggil
di bawah laut penuh penyesalan
kau dongengkan kepada cucumu
mungkinkah mereka tersenyum?
Bunga Kesayangan
Bunga kesayangan
Teratai. Kembang mekar
layu di atas kursi
memandang kawanan yang masih setia menyelimuti laut kita
laut luka punah rasa cinta
turut berduka cita
untuk negara persatuan
namun tidak pernah bersatu
akankah tembang kenangan masih dijaga
membasuh perih perjuangan dulu
bukan baku lawan melulu
Maumere, 2017
Tedy Ndarung & Dimas Pangkur adalah Mahasiswa STFK Ledalero
Baca Juga:
- 5 Puisi Cinta Paling Menggairahkan Karya Rendra buat Sunarti
- Merinding, Ini Puisi-Puisi Kematian Karya Penyair Indonesia
- Enam Puisi Natal Penebar Damai di Bumi
Simak di sini: Puisi Indonesia
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].