Berita UtamaKolomTerbaru

Tugas Utama Presiden Jokowi Pisahkan Kapitalisme Dengan Negara

Oleh: Salamuddin Daeng*

NUSANTARANEWS.CO – Sekarang ini di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, gotong royong dan sosialistik telah berubah haluan menjadi negara kapitalis, individualis dan liberal yang menghisap rakyat. Pancasila dan gotong royong hanya dijadikan lipstik dan sloganistik. Program bagi-bagi atau distribusi lahan pada petani persis seperti projek karitatif, belas kasihan atau permen semata.

Kenyataannya di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dituduh PKI itu, ternyata kapitalisme tumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Bahkan kapitalisme untuk kesekian kalinya telah berhasil bersetubuh dengan sangat kuat hingga mencapai orgasmenya.

Menghisap Nadi Rakyat

Negara secara struktural telah dikuasai segelintir taipan kapitalis. Dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif hingga pers, telah dikuasai sepenuhnya oleh segelintir taipan. Akibatnya, tak ada lagi fungsi kontrol parlemen dan penegakan hukum yang menjujung tinggi nilai-nilai keadilan. Bahkan kebijakan pemerintah ekonomi dan politik pemerintah mengabdi pada kepentingan kapitalis taipan.

Baca Juga:  Identitas Siswa, Pemberlakuan Seragam Baru Siswa Sekolah Banjir Dukungan

Baik pemerintah maupun kapitalis taipan telah bekerjasama sangat erat untuk menghisap rakyat secara bersama sama dan serempak. Apa buktinya? Seluruh kebijakan pemerintah dibuat untuk memperkaya para kapitalis taipan dan korporasi asing.

Kebijakan ekonomi dibuat dalam rangka melancarkan usaha taipan mengeruk sumber daya alam, melahap APBN, menghisab para pekerja/buruh dan merampas jerih payah petani. Ini jelas ditunjukkan oleh bagaimana pemerintah mengeluarkan berbagai ijin dan konsesi penguasaan tanah oleh para taipan dan korporasi asing hingga penguasaan mereka atas tanah setara dengan 93% luas daratan Indonesia dan kekayaan alam di atas dan di dalamnya.

Bahkan ada seorang kapitalis taipan menguasai 2,5 juta lahan sendiri atau 3 kali luas pulau bali. Pemerintah juga memperkaya para taipan dengan merancang berbagai mega proyek infrastruktur. Menghabiskan APBN untuk infrastruktur. Pajak yang dibayarkan rakyat habis menjadi bancakan para taipan dan asing melalui mega proyek infrastruktur tersebut.

Pemerintah juga mengeruk rakyat dengan tingkat bunga tinggi, mencabut segala bentuk subsidi, menaikkan harga energi, upah buruh tidak manusiawi, harga hasil pertanian petani terus menurun. Semua kebijakan tersebut secara langsung mengalirkan kekayaan dan pendapatan ekonomi kepada segelintir taipan dan korporasi asing.

Baca Juga:  Bupati Paparkan Program Prioritas Saat Safari Ramadhan di Sebatik

Sekutu Lahir Batin Kapitalis

Apa akibatnya? Lebih dari 43% pendapatan nasional dinikmati 1% orang (koefisien gini) yang artinya hasil produksi/kerja/usaha seluruh rakyat dalam setahun sebanyak 43% langsung menjadi milik taipan dan asing. Hasilnya sekarang terlihat. Kekayaan 4 orang setara dengan kekayam 100 juta penduduk. Ketimpangan dalam kekayaan semakin parah seiring lamanya pemerintahan Jokowi berlangsung yang memperlihat identitasnya sebagai sekutu lahir batin para kapitalis taipan dan korporasi asing yang paling setia.

Oleh karena itu, tugas pemerintahan Jokowi yang semestinya dan seharusnya adalah memisahkan kapitalisme para taipan dan modal asing dari negara secara ideologi dan politik. Karena hal itu telah diamatkan dalam Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Jokowi harus mengerti bahwa secara politik negara harus menundukkan para kapitalis taipan dan korporasi asing, bukan sebaliknya para taipan dan asing mengangkangi negara sesuka hati mereka.

Jangan Melupakan Sejarah Pak Joko Widodo!!! Setiap keserakahan pasti menghasilkan ketimpangan dan ketidakadilan. Dan setiap ketimpangan dan ketidakadilan bagaikan jerami yang kering rontok yang siap membakar.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Tandatangani MoU Dengan BP POM Tarakan

Ketika kekuatan struktural negara telah disuap, dikooptasi dan dikerangkeng. Maka sudah tepat jika kekuatan non-struktural tanpa bentuk bertindak meluruskan haluan negara yang telah menyimpang dengan cara-cara seperti yang pernah dilakukan pra revolusi Kemerdekaan 1945. Bangkitlah pemuda mahasiswa, sipil maupun militer, Islam maupun non Islam, bangun kekuatan dan gerakan non struktural.

*Salamuddin Daeng, Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).

Related Posts

1 of 115