Berita UtamaHukumPeristiwaTerbaru

Tragedi 12 Mei 1998: Tewasnya 4 Mahasiswa Trisakti dan Hilangnya Aparat Kepolisian

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Insiden penembakan empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 silam masih menyisakan sejumlah pertanyaan kritis apa motif di balik aksi penembakan tersebut. Ada yang menyebut hal itu bermula dari kesalahan-pahaman antar aparat dan mahasiswa. Namun tetap saja, penembakan itu berakibat fatal.

Empat mahasiswa Trisakti yang tewas tertembus peluru tersebut di antaranya Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie.

Menurut Brigjen TNI (Purn) Mazni Harun dalam bukunya berjudul ‘Anak Kampung Jadi Tentara‘, bermula dari seorang oknum bernama Mashud yang lari tunggang langgang karena dikejar mahasiswa setelah melakukan tindakan provokatif. Lari ke arah barisan aparat, mahasiswa mengira Mashud adalah salah satu anggota aparat yang tak
mengenakan seragam.

“Pukul 16.00 datang Pasukan 1 SSK Polda Metro Jaya menggantikan PHH dari Rindam Jaya. Ketika mahasiswa sedang bergerak masuk kampus, terjadi provokasi oleh seorang yang bernama Mashud (mantan mahasiswa Trisakti) dengan cara mengejek mahasiswa, sehingga mahasiswa terpancing dan mengejar Mashud keluar kampus sambil melempari Mashud dengan batu dan botol. Hal ini menimbulkan kesalah-pahaman antara mahasiswa dengan aparat, sehingga aparat memberi reaksi dan terjadi dorong-mendorong antara mahasiswa dengan aparat keamanan,” tulisnya seperti dikutip redaksi, Jumat (12/5/2017).

Baca Juga:  Bukan Emil Dardak, Sarmuji Beber Kader Internal Layak Digandeng Khofifah di Pilgub

Ditambahkannya, pada saat itu terjadi tembakan, Kapolres Jakarta Barat memberikan komando agar tembakan dihentikan, namun terlanjur sudah jatuh korban 4 orang mahasiswa Trisakti.

“Setelah peristiwa itu dilakukan pengusutan terhadap petugas keamanan yang terlibat. Pelaku penembakan dari unsur Brimob tersebut telah dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Militer,” sebutnya lagi dalam buku tersebut halaman 158.

Tragedi penembakan itu berbuntut panjang. Sehari setelah insiden, tepatnya 13-14 Mei 1998, timbul kerusuhan massal di Jakarta yang mengakibatkan kerusakan di berbagai bangunan dan infrastruktur.

“Pada hari kerusuhan tanggal 13 Mei, akibat tekanan massa, anggota Kepolisian Polda Metro sebagian besar meninggalkan pos dan wilayah tanggungjawab mereka,” sebutnya lagi.

Akibatnya, terjadi kekosongan aparat keamanan di sebagian wilayah Jakarta. Bahkan, untuk menjaga keamanan di Markas Polda Metro dilaksanakan oleh satu Kompi Pasukan Kostrad atas permintaan Kapolda Metro kepada Pangdam Jaya.

“Karena situasi sudah gawat dan pihak kepolisian sudah tidak berfungsi dalam melaksanakan tugasnya sebagai aparat keamanan, pengendalian operasi keamanan daerah ibukota diserahkan oleh pihak kepolisian kepada Pangdam Jaya sebagai Panglima Komando Operasi Jaya,” tulisnya lagi pada halaman 159.

Baca Juga:  Saat Hadiri Halal Bihalal, Camat Bungkal Harap Sekdes Tingkatkan Kinerja

Setelah pengendalian keamanan diserahkan, Kodam Jaya mendapat bantuan pasukan dari Kostrad, Kopassus, Marinir dan Paskhas untuk menanggulangi kerusuhan. “Pada tanggal 15 Mei keadaan dapat dikendalikan,” ungkapnya.

Pewarta: Eriec Dieda

Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 3,050