Opini

Topi Fedor Yasonna dan Keganjilan Bom Kampung Melayu

NUSANTARANEWS.CO – Di penghujung bulan Mei kemarin, tepatnya 28 Mei 2017, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tampaknya sukses mengejutkan publik saat berada di Rumah Sakit Premier Jatinegara. Bukan karena kunjungannya besuk korban bom kampung Melayu, melainkan atribut yang ia kenakan.

Jika dicermati seksama ada hal tak lazim terkait kunjungan itu, eh… maksudnya dengan pakaian yang Yasonna kenakan. Sore itu, saat dikerumuni awak media, tampak jelas Yasonna tengah mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru gelap plus kacamata tebal dengan topi yang menempel di kepala. Tak biasanya pak menteri berdandan kece ala detektif-detektif di film mafia. Mungkin demikian pikir orang-orang kala itu. Sebab, biasanya ia selalu berdandan sederhana tanpa mengenakan penutup kepala yang bagi saya pribadi sedikit ‘ganjil’ dan tidak lumrah.

Tapi ya sudahlah, kita tanggalkan dulu persoalan ganjil dan tidaknya. Kembali ke topi yang dikenakan Yasonna. Usai jenguk korban bom, salah satu portal berita nasional mewartakan ‘Pakai Topi Koboi, Menkumham (Yasonna) Jenguk Korban Bom Kampung Melayu’.

Mendapati berita tersebut, penulis tertarik untuk berselancar ke lorong virtual sekedar ingin memastikan kebenaran informasi itu. Bukan ihwal kunjungannya, melainkan topi yang dikenakan. Sebab penulis yakin jika topi yang dimaksud si pewarta bukan topi koboi (cowboy hat). Setahu penulis, topi di film-film koboi Amerika tidak seperti itu. Sebaliknya topi tersebut (maksudnya Fedora) lebih banyak penulis jumpai di film-film detektif atau film-film mafia berbau gangster-gengsteran.

Nah, benar saja, usai browsing, penulis terheran-heran dengan maksud si pewarta yang menulis judul berita di atas. Tapi ya sudahlah, penulis tak perlu meributkan penyebutan topi koboi yang diklaimkan ke Yosanna. Namun, jika boleh meluruskan, topi yang dikenakan Yasonna saat membesuk korban bom Melayu bukan topi koboi, tetapi fedora hat atau biasa disebut borsalino hat, karena bermerek Borsalino.

Baca Juga:  Dewan Kehormatan yang Nir Kehormatan

Pada dasarnya, fedora merupakan jenis topi yang sangat sopan. Dimana dalam penggunaan atau pemakaiannya ada tata cara (aturannya) sendiri. Dan pada momentum itu, Pak Menteri Yasonna tampaknya tahu betul dan sempurna mengenekannya.

Sebetulnya semua bangsa sama. Topi atau hiasan kepala adalah simbol kesopanan dan kesantunan. Termasuk ketika orang muslim ke masjid memakai penutup kepala bernama kopiah (songkok). Begitu juga dengan pendekar silat, mereka pakai ikat kepala (udeng-udeng). Tapi karena di Indonesia beriklim tropis, topi fedor maupun koboi menjadi tidak lazim. Sekalipun banyak juga tokoh-tokoh berpengaruh di negeri ini mengenakan topi fedor.

Topi fedor itu sangat identik dengan kelompok elit, para saudagar (pengusaha), atau orang yang memiliki pengaruh besar. Fedor juga begitu identik dengan pencitraan pada detektif dan gangster. Bentuknya yang stylish mampu mengisyaratkan kesan dramatis dan wibawa.

Bertopi Itu Ideologis

Dalam sejarahnya, banyak pemimpin-pemimpin dunia mengenakan fedor. Tentu tidak sebagai atribut harian, melainkan hanya digunakan untuk ‘momentum-momentu’ tertentu. Seperti diulas sebelumnya, bahwa mengenakan fedor tidak hanya asal pakai. Ada rule (aturannya) yang sudah barang tentu mereka sang pemilik fedor pasti tahu.

Baca Juga:  UKW Gate Tak Tersentuh Media Nasional

Sampai disitu, jika Fedor erat kaitannya kelompok elitis, mafia dan penguasa, sebaliknya topi cowboy menjadi representasi dari kelompok frontier (pengelana). Bahkan paduan kacamata yang menjadi pelengkap untuk kedua jenis topi tersebut juga berbeda.

Itu artinya, hiasan kepala (topi) bisa menjadi simbol sekaligus tanda tentang siapa seseorang itu dan dari mana akar kelas sosialnya. Bahkan baik fedor atau koboi, bisa digunakan secara lebih spesifik lagi untuk membaca kecenderungan ‘ideologi’ atau background seseorang tersebut. Ini nyaris mirip seperti ilmu psikologi yang mampu membaca karakter seseorang dari hal yang ia kenakan dan digemari.

Nah, kembali lagi pada penampilan kece Pak Menteri Yasonna dengan topi fedoranya saat besuk korban bom Kampung Melayu. Jujur penulis tertarik untuk mengulik dandanan Pak Menkumham itu, yang menurut hemat penulis secara personal teramat ganjil.

Pengalaman penulis saat menonton film-film detektif ataupun gangster, sering kerap menjumpai skuel di film tersebut sebuah adegan momentum ‘duka’ datang. Dimana dalam adegan tersebut, seseorang ‘misterius’ muncul mengenakan topi fedor (fedora hat), biasanya di pemakaman maupun di rumah duka.

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

Mengapa harus fedora? Sebab topi tersebut memiliki simbol penghormatan yang tinggi.  Entah karena seorang kawan terdekatnya yang memiliki jasa besar berpulang atau ia benar-benar merasa terpukul atas meninggalnya kolega sehingga ingin memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya. Dalam skuel tersebut ada sebuah hubungan emosianal (istimewa) entah apa itu.

Nah, kebetulan atribut seperti fedor dan kacamata yang dikenakan Pak Menteri Yasonna kalau merujuk dalam film-film itu, sama persis. Dan itu tepat. Tapi, ada yang ganjil. Masak iya, sekedar untuk membesuk korban bom saja harus sebegitu ‘berlebihan’, layaknya mau membesuk pejabat besar.

Kalau memang iya, sudahkah layak (sesuai), si korban bom itu diberikan penghormatan yang sedemikian ‘mewah’? Artinya kalau mau berpikir ‘nakal’ ada benang merah terkait kunjungan Yasonna (representasi pemerintah) dengan meletusnya tragedi bom Kampung Melayu. Apakah itu murni rasa simpatik atau ada hal lain yang ter-hide? Tapi ya sudahlah. Abaikan itu. Namun yang jelas, kita harus belajar cermat dan boleh berbeda dalam berpikir, namun jangan pernah berpikir untuk tidak berpikir! Itu saja.

Penulis: Romandhon

Related Posts

1 of 37