Politik

“The Assassins” dan Revisi UU Terorisme

NUSANTARANEWS.CO – Jauh sebelum memasuki zaman modern, tindakan terorisme sudah digunakan oleh kelompok-kelompok dan individu sebagai alat kekerasan politik terhadap penguasa dan elit. Dalam konteks dunia modern kelompok itu sekarang kita juluki The Assassins. Sebenarnya sudah tidak ada sesuatu yang baru dari pengertian terorisme, karena tindakan teror berupa kekerasan dan pembunuhan itulah yang sekarang melekat sebagai label teroris.

Di masa modern, label teroris bisa dilacak melalui gerakan “anarkis” di Prancis dalam bentuk propaganda pada tahun 1870-an, 1880-an, Prancis par le fait. Atau gerakan Organisasi Revolusioner Macedonia dalam memerangi pemerintahan Ottoman pada akhir abad kesembilan belas.

Bahkan lebih dari satu abad yang lalu sudah ada banyak kelompok-kelompok berbeda dengan menggunakan taktik yang berbeda, dengan latar belakang politik yang berbeda, mulai dari ekstrim kiri sampai ke separatis nasionalis, mereka bukan saja membunuh kepala negara, tapi juga menyerang warga biasa. Beberapa bertindak hanya di kota asal mereka atau wilayah rumah, sementara yang lain memiliki agenda internasional dan dioperasikan lintas batas.

Baca Juga:  Khofifah Effect Makin Ngegas, Elektabilitas Prabowo-Gibran di Jatim Melonjak Pesat

Terkait dengan Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme yang mengundang mengundang sejumlah tokoh agama di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/6) adalah sudah tepat.

Seperti yang dikatakan oleh Nasir Jamil bahwa hal ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan benar tentang benarkah ada korelasi antara ajaran agama dengan aksi-aksi teroris. Oleh karena itu, masukan dari para tokoh agama menjadi sangat penting. “Selama ini memang ada upaya-upaya untuk mengkambing-hitamkan agama sebagai penyebab munculnya terorisme di Indonesia. Kami ingin lihat apa benar ajaran agama bisa memicu seseorang melakukan aksi teroris,” ujar Nasir.

Para tokoh yang di undang antara lain dari Majelis Ulama Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Gerakan Pemuda Anshor, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Konferensi Wali Gereja Indonesia, Majelis Tinggi Agama Konghucu, Persatuan Gereja-Gereja Indonesia, Parasada Hindu Dharma Indonesia dan Perwakilan Umat Budha Indonesia.

Baca Juga:  Anton Charliyan: Penganugrahan Kenaikan Pangkat Kehormatan kepada Prabowo Subianto Sudah Sah Sesuai Ketentuan Per UU an

Amirsyah Tambunan, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak keras bila terorisme dikaitkan dengan “jihad”. Bagi MUI, terorisme sudah sangat jelas yaitu tindakan “haram” karena merusak peradaban umat manusia. (Baca juga: Melacak Asal Mula Gelombang Terorisme).

“Terorisme dengan segala bentuk tindakan kekerasannya, termasuk bom bunuh diri atau perampokan atas nama agama sama sekali tidak diajarkan dalam Islam. Pengertian kata “jihad” telah diselewengkan oleh kepentingan tertentu, guna memberikan stiqma terhadap suatu agama. Oleh karena itu, tokoh-tokoh umat beragama wajib meluruskan hal itu, kata Amirsyah di Gedung DPR RI, Rabu (1/6/2016).

MUI meminta dengan tegas meminta kepada Pansus DPR untuk tidak menyudutkan dan mengkriminalisasi kegiatan agama tertentu. Revisi UU No. 15 Tahun 2003 terkait terorisme harus bebas pesanan dari kepentingan negara lain. “Undang-undang ini jangan menjadi instrumen sebagai alasan untuk melakukan tindakan represif yang bisa berakibat menumbuhkan kebencian yang pada gilirannya dapat membangkitkan isu SARA. UU ini harus lebih mengedukasi masyarakat,” tukasnya. (AS)

Related Posts

1 of 3,063