Kreativitas

Tesamoko, Tambang Emas Kata-kata Kambali Diluncurkan

NUSANTARANEWS.CO – Peluncuran Tesamoko, Tesaurus Bahasa Indonesia berlangsung dengan ghirah peserta yang luar biasa, di  Kompas Gramedia Palmerah, Senin (23/5).

Acara diskusi bertajuk “Kata dan Kita” diisi oleh Ahli Linguistik Komputasional FIB UI Totok Suhardijanto. Ph.D., Sastrawan Seno Gumira Ajidarma, Pendidik dan aktivitas Indonesia Woman and Children Empowerment Institute Dr. Neng Dara Afifah, dan penulis catatan pinggir Goenawan Mohamad, serta moderator dari Dewan Redaksi Media Group Djajat Sudrajat.

Sebelum masuk acara bedah Tesaurus yang oleh Pendekar bahasa Indonesia, Anton M. Moeliono, disebut sebagai “tambang emas kata”, diisi pembacaan puisi “Perihal Waktu” oleh penyair “Hujan Bulan Juni” yaitu Sapardi Djoko Damono dan musikalisasi puisi Sasina IKSIU FIB UI.

Selain itu juga ada penyampai proses penyusunan dan proses revisi Tesamoko Eko Endarmoko yang diwakili oleh anggota Gerombolan Tesamoko Bambang Kaswanti Purwo. Sedangkan acara peluncuran Tesamoko edisi revisi ditandai dengan memberian mock-up dari perwakilan penerbit Gramedia pada Eko Endarmoko.

Baca Juga:  Terkait Tindak Premanisme terhadap Wartawan Cilacap, Oknum Dinas PSDA Disinyalir Terlibat

Memasuki diskusi bertajuk “Kata dan Kita”, Goenawan Mohamad memaparkan, keberagaman bahasa daerah di Indonesia adalah karunia yang mahakaya dan membentuk bahasa Indonesia. Betapa beruntung Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu berbagai etnis yang ada dari Sabang sampai Merauke. Ia juga menilai penulis Tesamoko Eko Endarmoko setara dengan apa yang dilakukan Poerwadarminta dalam dalam perkembangan bahasa Indonesia.

Goenawan memberikan salah satu contoh mengenai kekayaan Tesamoko, misal kata “santai”, kata itu diserap dari bahasa daerah Komering, Sumatera Selatan untuk mengganti kata “relax” dari bahasa Inggris. Hal itu telah dibuktikan oleh Endarmoko dalam buku yang ditulisnya.

Seno Gumira Ajidarma, mengaku buku Tesamoko karangan Endarmoko sangat membantu dalam mencari kata untuk banyak tulisan.

“Tapi lama-lama saya lebih sering tanya pada Eko,” papar Seno kepada audien.

Lain hal dengan Neng Dara Afifah, di forum dirinya mengaku kagum dan menghargai ‘kekeraskepalaan’ penulis Endarmoko dalam menekuni bahasa dan kata-kata. Bagi Nenda Dara, kata-kata yang netral, dalam pemakaiannya bisa punya keberpihakan dan juga mengalami politisasi. Bahkan pihaknya juga mengkritik bias jender dalam bahasa Indonesia.

Baca Juga:  Ketua PWI Pamekasan Menyebut Wartawan Harus Memiliki 5 Sifat Kenabian

“Misalnya seperti sinonim kata pemimpin dalam Tesamoko, sangat membantunya menerjemahkan tafsir Quran dengan pendekatan gender lebih setara,” terang Neng Dara kepada para peserta yang bagitu antusias mengikuti perjalanan bedah Tesamoko.

Sebagai informasi, di luar pengisi bedah buku, ada banyak testimoni terkait penting dan berhaganya Tesamoko bagi berbagai kalangan.

Goenawan Mohamad menilai, para sastrawan, wartawam penulis teks iklan, penulis pidato, dan lain-lain akan dapat menimba dari karya Eko Endarmoko ini – sebuah hasil ikhtiar yang bersejarah, seperti tertulis di cover belakang buku Tesamoko edisi revisi dalam bentuk endorsement.

Hal senada juga disampaiakan oleh Wartawan Seior Tempo, Tesamoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, adalah penyelamat para wartawan untuk membuat tulisannya jadi segar.

Sang penerjemah kawakan, Anton Kurnia menegaskan dengan tesaurus (Tesamoko) uoaya mencara variaso kata dan diksi yang tepat akan lebih mulus.

Tesamoko, sebagai tambang emas kata, kata Antom M. Moeliono, Tesamoko dapat mambantu cakrawala bahasa dan penulisan bagi orang yang berhasrat membahasakan pikiran atau perasaaannya dengan tepat cerpat atau elok santun. Tesaurus karya Eko Endarmoko sudah ditunggu-tunggu kehadirannya dalam edisi revisi oleh para penulis, penyair, pengajar, dan pelajar untuk  memperagakan bahasa Indonesia yang ranum dan bernas, seperti ditulis di balik cover buku Tesamoko. (Sel)

Related Posts

1 of 11