Politik

Terendus! Indikasi Konflik Pontianak Sengaja Dirawat

NUSANTARANEWS.CO – Seperti banyak orang cemaskan, Kalimantan Barat (Kalbar) khususnya Pontianak merupakan salah satu kawasan Indonesia yang memiliki tingkat kerentanan konflik horizontal tinggi. Sekalipun beberapa kasus pertikaian besar yang terjadi dianggap usai, namun kenyataannya deretan peristiwa kelam masa lampau itu sulit dihapus dari ingatan kolektif masyarakat.

Kasus viralnya ketegangan kelompok FPI dengan Suku Dayak melalui kanal media sosial, Sabtu 20 Mei 2017 mengindikasikan bahwa konflik horizontal di tanah Kalbar belum sepenuhnya sembuh total. Irisan sejarah kelam tentang konflik kesukuan mudah pecah di kota ini. Terlebih jika itu ada campur tangan politik di dalamnya.

Kondisi geokultur masyarakat ditambah luka sejarah konflik horizontal atas nama SARA menjadi alasan kuat mengapa huru-hara di Pontianak menjadi mudah tersulut. Sekilas dilihat dari luar tampak aman dan harmonis, namun pada tataran akar rumput cerita-cerita kelam masa lalu tentang konflik Cina-Melayu-Dayak-Madura terus diwariskan.

Pada pertengahan tahun 2016 lalu, saat riset penelitian di Pontianak, penulis terkejut tatkala masih kerap mendapati cerita-cerita kelam tentang konflik horizontal di sana. Cerita ini penulis peroleh dari penduduk setempat langsung.

Baca Juga:  Gerindra Jatim Beber Nama-Nama Calon Kepala Daerah Yang Diusung

Penulis menangkap, ada hal yang belum tuntas ihwal konflik kesukuan di Pontianak. Dengan kata lain, diciptakannya relokasi pemukiman-pemukiman berdasarkan suku, misal Jawa, Madura, Dayak, Melayu (Banjar) dan Cina sesungguhnya semakin menyulitkan mereka untuk mencairkan konflik etnisitas. Sekitar ada 35-an lebih KK yang penulis temui, mengaku belum bisa ‘move on’ dari kecemasan-kecemasan atas pecahnya pertikaian etnis.

Konflik Sengaja Dirawat

Disadari atau tidak, sentiment etnis yang ada di Pontianak sesungguhnya masih sangat kuat dan ada indikasi sengaja dirawat. Inilah yang penulis cemaskan. Ibarat tumpukan jerami kering, konflik di Pontianak hanya butuh sedikit percikan api, maka bergolaklah Pontianak.

Singkatnya, sangat mudah bagi sekelompok elit yang punya kepentingan hanya sekedar untuk menghidupkan kembali konflik horizontal di tanah Kalbar. Bagaimana pun catatan kelam masa lampau belum sepenuhnya tuntas. Ingatan-ingatan kolektif ini bila tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah, maka potensi chaos mengerikan bisa pecah.

Baca Juga:  Menangkan Golkar dan Prabowo-Gibran di Jawa Timur, Sarmuji Layak Jadi Menteri

Hal remeh temeh, bila dimainkan, dengan cepat bisa memicu konflik ganas. Bahkan Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan Agum Gumelar mengamini hal tersebut. Pada 29 Juni 2001 silam, Agum Gumelar menyebut pertikaian di Pontianak, bisa meledak sewaktu-waktu.

Kecemasan Agum Gumelar ini masuk akal mengingat dari sudut pandang topografi dan sosio kultur, struktur masyarakat di Pontianak begitu rentan disulut konflik. Kaitannya dengan kasus FPI dan Suku Dayak akhir-akhir ini diharapkan pemerintah lokal maupun nasional tak menjadikannya sebagai komoditas politik. Karena apa? Masyarakat Pontianak sesungguhnya mengaku lelah dengan konflik yang terus memakan sanak saudara yang mereka sayangi.

Pewarta: Romandhon

Related Posts

1 of 21