Peristiwa

Sultan Ke-VIII Kesultanan Pontianak Wafat

NUSANTARANEWS.CO – Kabar duka datang dari Pontianak, Kalimantan Barat. Innalillahi wa innailaihi rojiun. Sultan Pontianak, Sultan Sy Abu Bakar bin Sy Mahmud bin Sultan Sy Muhammad Alkadrie telah wafat dalam usia 73 tahun di RSUD dr Sodarso, Pontianak, Kamis (30/3) lalu.

Sebelumnya, Sultan ke-VIII Kesultanan Pontianak diketahui sempat menjalani perawatan intensif selama lima hari di kamar VVIP No.9, ruang Paviliun RSUD dr Soedarso, Pontianak. Sekitar pukul 04.00 WIB, Sultan mangkat.

Almarhum Sultan Abu Bakar Alkadrie dimakamkan tepat bersebelahan dengan Sultan Sy Hamid II di pemakaman Kesultanan Pontianak Batu Layang. Wafatnya Sultan Sy Abu Bakar pada 30 Maret 2017 ini sama bulannya dengan tanggal wafatnya Sultan Hamid II yang juga wafat pada tanggal 30 Maret 1978 silam.

Sekadar informasi, diketahui Syarief Abu Bakar menjabat sebagai Sultan Kedelapan menggantikan Allahyarham Sultan Hamid II Al Kadrie yang wafat pada 30 Maret 1978 silam. Sultan Syarif Abu Bakar Al Kadrie merupakan pewaris Sultan Syarif Hamid II Al Kadrie sesuai dengan fakta waris yang ditetapkan oleh Mahkamah Syariah di Pengadilan Agama Pontianak No 154/1971, dimana Syarif Abubakar telah ditetapkan sebagai pewaris tunggal Sultan Hamid II.

Baca Juga:  Ar-Raudah sebagai Mercusuar TB Simatupang

Sultan Syarief Abu Bakar dikenal sebagai sosok seorang ilmuan. Beliau selalu mensupport kaum akademisi untuk melakukan penelitian dan riset, terutama perihal sejarah Pancasila. Tim museum kepresidenan pernah mendatanagi beliau dengan tujuan meminta ijin pemasangan file sejarah lambang Garuda yang didesign oleh Sultan Hamid II. Kini, file sejarah Pancasila yang didesign Sultan Hamid II sudah terpasang di Museum Kepresidenan Bogor Jawa Barat setelah sebelumnya mendapat ijin dari Sultan Syarief Abu Bakar.

Informasi tambahan, Sultan Hamid II dinobatkan menjadi Sultan Ke-7 Kesultanan Pontianak pada 29 Oktober 1945. Dari pernikahan dengan Didie Al-Kadrie, Sultan Hamid II memiliki dua orang anak. Seorang anak wanita bernama Syarifah Zahra Al-Kadrie dan seorang anak laki-laki bernama Syarif Yusuf Al-Kadrie.

Sultan Hamid II sendiri lahir di Pontianak, 12 Juli 1913 M, bertepatan dengan 7 Sya’ban 1331 H. Ayahnya bernama Sultan Syarif Muhammad Al-Kadrie Sultan Ke-6 dan Ibunya Syecha Jamilah Syarwani. Sultan Hamid mulai belajar dari Sekolah Rendah Pertama di Europeesche Lagere School (ELS) di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung.

Baca Juga:  Sampaikan Simpati dan Belasungkawa, PPWI Lakukan Courtesy Call ke Kedubes Rusia

Setelah tamat sekolah, pada 1932 dia melanjutkan pendidikannya pada tingkat Perguruan Tinggi di Technische Hooge School (THS), sekarang mejadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Karena lebih tertarik pada dunia militer, Sultan Hamid kemudian masuk ke Akademi Militer di Belanda. Pada 1933, dan Sultan Hamid II berhasil lulus dari Koninklijke Militaire Academie (KMA) di Breda, Belanda, yang di tempuh sejak 1933 sampai 1938.

Pada 1938, Sultan Hamid II dilantik sebagai Perwira pada Koninklijke Nederlandsche Indische Leger (KNIL) atau dapat disebut Kesatuan Tentara Hindia Belanda, dengan pangkat Letnan Dua. Dalam karir Militer, Sultan Hamid II ditugaskan di Malang, Bandung, Balikpapan, dan beberapa tempat lainnya. Dia sempat pula berperang melawan tentara Jepang di Balikpapan pada 1941.

Kemudian pada 1942 hingga 1945, Sultan Hamid II sebagai Perwira KNIL di tangkap dan menjadi tawanan Jepang. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia kedua, Sultan Hamid II yang merupakan seorang Perwira KNIL mendapat kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal dalam Angkatan Darat Belanda di usia 33 tahun pada tahun 1946. Itu adalah pangkat tertinggi dalam karir militer seorang putera bangsa Indonesia yang lulusan akademi militer pada waktu itu.

Baca Juga:  Banyaknya Hoax Gempa Tuban, Ini Pesan Khofifah

Peranan Sultan Hamid II dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak mungkin dihapus dari sejarah. Ia adalah seorang founding fathers dari Kalimantan Barat yang berperan penting dalam menentukan perjuangan kemerdekaan Indonesia dan Pemersatu Bangsa Indonesia bersama Tan Malaka, Soekarno, Mohammad Hatta, Ide Anak Agung Gde Agung, Mohammad Yamin, Sutan Sjahrir, Mohammad Natsir, Tengku Mansoer, dan tokoh lainnya.

Penulis: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 2